Bukan (part 5)
“Dita,
bangun Dit” sumber suara itu mendatangi telingaku. Aku seperti mengenali
suaranya.
“Ya
Allah, aku dimana ?” ujarku lemas.
“Kamu
ada di UKS Dit, aku tadi yang bawa kamu kesini sama Amira dan Sarah. Kamu tadi
pingsan Dit,” jelasnya.
Kevin.
Dia yang membawaku kesini ? Sarah, Amira? Lalu Gaby mana ?
“Gaby
mana Vin, aku harus jelasin ini semua sama dia. Aku gamau kaya gini Vin,
please” tubuhku rasanya ingin berontak dan segera menemui Gaby.
“Ta,
kamu masih lemas. Please jangan dulu sekarang, aku gak mau kamu kenapa-kenapa.
Please Ta, demi aku” cegahnya.
Demi
aku ? itulah kata yang membuatku berhenti berontak. Itulah kata yang mampu
menyadarkanku saat ini. Tapi kenapa harus dia? Kenapa harus dia yang dating?
Tapi aku merasa sangat nyaman dan tenang bila dekat dengan 1 pria ini. Apakah
aku benar-benar jatuh cinta?
“Iya
Ta, kamu masih lemah. Biarin aja dulu Gaby nenangin dirinya sebentar, mungkin
salah faham ini akan segera selesai. Jangan sedih ya Ta,” Sarah menyemangatiku.
“Nanti
aku bakalan Tanya sama Gaby masalahnya apa biar lebih jelas. Jadi kamu jangan
khawatir ya, sekarang kamu pulang ke rumah, nanti Kevi bakalan nganterin kamu
kok,” kata Amira.
“tapi…”
“Udahlah
Dit, kamu sekarang aku antar pulang ya,” kata Kevin.
Lagi-lagi
kata-katanya itu mampu membuatku tak menolak.
“Ayo
Dit” ajak Kevin.
Dia
memapahku menuju lapangan parkir tempatnya meletakkan sepeda motornya itu. Ya
Allah dia begitu baik padaku.
“Assalamu
‘alaikum. Bun, Dita pulang” kataku sambil memasuki ruang tamu. Sepi. Ada apa
ini? Mengapa perasaanku seperti ini? Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Bunda.
“Bi
Inah, bunda kemana sih? Kok ga ada yang jawab salam Dita sih?” kataku kesal
sembari mengistirahatkan badanku yang lemas setelah kejadian tadi di sekolah.
“Iya
Bi, tante Aura mana ? kok ga keliatan ?” tanya Kevin.
“Nyonya…
euhh nyonyaaa..”
“Bunda
kenapa Bi?”
“Emhhh,
nyonya tadi jatuh di air Non, pas Non baru berangkat sekolah nyonya pergi ke
air, tapi tiba-tiba dia meringih kesakitan sepertinya nyonya keguguran” jelas
Bi Inah.
“Keguguran?”
Terus sekarang Bunda mana Bi? Ayah udah di kasih tau?” tanyaku , tubuhku
semakin lemas, namun kali ini aku masih bisa menahan tubuh kecilku ini.
“Nyonya
tadi di antar ke rumah sakit sama pak Rt, bibi di suruh nungguin di rumah. Tuan
udah tau Non, soalnya tadi dia lagi kebetulan ada di bandara mau pulang ke
rumah”. Kata bi Inah. Raut mukanya pun nampak sangat jelas jika ia sedang
panik.
“Ayo
Vin, kita ke rumah sakit sekarang,” pintaku.
“Ayo,”.
Perasaanku
tak menentu. Aku bingung harus bagaimana.
Ku lewati jalan raya Sudirman ini bersama Kevin. Drrrttt Drrrtt drrrt.
1 pesan
baru masuk. Ayah.
“Sayang
doakan Bundamu, ia sudah tenang bersama adikmu sekarang. Ayah minta kamu jangan
terlalu sedih, ini sudah jalan Allah. Bundamu kehabisan banyak darah. Adikmu
tidak terselamatkan, 20 menit kemudian Bundamu mennghembuskan nafas
terakhirnya. Saying, ayah minta sekali lagi doakan Bundamu, ayah tau kamu sedih
Nak tapi kenyataannya Allah lebih sayang pada Bunda dan adikmu. Doakan Bunda
Nak,”
Ya
Allah cobaan apalagi yang kau berikan padaku? Setelah kejadian tadi di sekolah,
sekarang bunda dan adikku kau ambil. Aku menangis dan tak sadar bahwa aku
sepanjang perjalan hanya menangis. Kevin yang sedari tadi memperhatikan jalan
serta memperhatikanku dari kaca spionnya menghentikan laju motornya.
“Kamu
kenapa Ta?” Tanya pria yang aku sukai itu.
“Bundaaaaaa……!!!”
kataku penuh kekecewaan, penyesalan serta rasa bersalah tak mampu menjaga
bundaku itu. Kevin segera memeluk tubuhku. Ku hempaskan seluruh tangisanku
dalam peluknya. Aku tumpahkan seluruh rasa ini padanya. Dia memelukku erat.
“Sabar
Ta, aku turut berduka. Aku akan menjagamu semampuku. Aku akan melindungimu
sebisaku. Ada aku disini. Aku untukmu.”
Kata Kevin. Aku tak mampu menahan tangisku. Ingin rasanya aku menyusul bunda
dan adikku. Ingin rasanya aku bersama bunda saat ini. Bunda, mengapa bunda
ninggalin Dita? Bunda kan bilang kalo nanti Dita bakalan punya adik. Ya kan
bun? Bukannya bunda tadi pagi baik-baik saja? Bahkan bunda sempat mengingatkan
Dita untuk sholat. Bunda jangan tinggalin Dita, Dita mohon.
Bundaaa……..!!!!!!!!!!!!!!!!!
“Kevin…
aa ak uu ing ingin ke ketem mu bu bunda,” suaraku mulai parau, terbata.
“Ayo
Ta, tapi please kasihan tante Aura, diapasti sedih lihat kamu sedih. Kamu
tenangin diri dulu Ta,” pinta Kevin.
Sesampainya
di rumah sakit…
“Ayaaaaaaaaaahhhhhhhh
“ ku hempaskan tubuhku di pelukkan ayahku ini. Mukanya pucat, serta terlihat
dalam raut wajahnya bahwa ia sangat terpukul. Ingin aku usap air mata ayahku
itu, namun aku tau ayah kuat sama seperti bunda.
“Nak,
bundamu…”
“Ayah,
kenpa bisa seperti ini? Kenapa bunda pergi yahh? Apa salah Dita sama bunda
sampe-sampe bunda pergi? Aapa yahh apa?” Aku tak kuasa menahan tangisku.
“sudahlah
sayangg. Ini adalah kehendak-Nya. Kita juga suatu saat akan mengalami kematian
seperti bunda.” Jelasnya.
“tapi
yaaaahh, “
“sudah
Ta, sudah. Kasihan bunda dan adikmu nanti”.
Vivit Vitriani
XII IPS MA Al-Husna Bandung 2012
Komentar
Posting Komentar