Anggi Putu Asmara Mencari Tuhan



Anggi seorang laki-laki yang berasal dari Bandung. Telah 5 tahun menuntut ilmu di Surabaya. Suatu hari, Anggi kembali ke Bandung untuk menemui kekasihnya. Sore itu Anggi bercakap-cakap dengan Ani, kekasihnya. 

Ani yang lama mengenal Anggi, merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada diri kekasihnya itu. Dia yang dulunya rajin shalat, kini tidak pernah lagi terlihat pergi ke masjid. Jangankan ke masjid, shalat di rumah pun tak pernah terlihat lagi.

Ani penasaran dan menanyakan kepada Anggi tentang perubahannya itu.
“Anggi..." Ani berkata lirih.
"Aku merasa sekarang ada yang berubah dengan sikapmu. Kamu yang sekarang berbeda dengan kamu yang dulu. Ada yang aneh dengan kamu, Nggi " Tak terasa sebulir air mata menetes di pipi Ani yang lembut.

“Aneh kenapa, Ani?” jawab Anggi sambil mengusap rambut Ani.
“Kenapa sekarang Kamu jarang terlihat shalat, jarang ngaji dan gak pernah pergi ke Masjid?" Ani bicara sambil meneteskan air mata.
“Ani sekarang Anggi sudah punya keyakinan baru. Anggi selama ini berpikir dan terus memikirkan dan akhirnya Anggi menemukan jawabannya." Jawab Anggi dengan nada lembut.
“Astagfirullah!!  Kenapa Anggi kok jadi begini?” jawab Ani dengan sedih dan kecewa.
“Sudahlah, Ani. Kamu jangan menangis. Masalah gini saja kok ditangisi. Anggi begini karena Anggi sudah punya keyakinan sendiri. Kalau kamu ingin aku berubah, bawalah saja Kyai atau ustad paling hebat di Bandung. Dia pasti tidak akan bisa menjawab pertanyaanku. Dia pasti jadi pengikutku.” Kata Anggi dengan sombong.

Ani pun merasa khawatir. Ia bergegas memamnggil ustad Salman. Salah satu guru ngaji Ani.
Atas panggilan Ani, datanglah Ustad Salman ke rumah Ani. Dia untuk menemui Anggi.
"Anda siapa?" tanya Anggi.
“Saya Ustad Salman, guru ngaji Ani.” kata ustad tenang.
“Benar kamu ustad? Kalo benar kamu ustad, dan kamu percaya bahwa Tuhan itu ada, kamu pasti bisa menjawab pertanyaan saya. Tetapi kalau tidak bisa, tinggallkan saja agamamu itu “ tantang Anggi kepada Ustad Salman.
“Insya Allah jika Allah mengijinkan saya akan menjawabnya. “ jawab ustad.
“Kamu jangan yakin dulu, di Surabaya saja, waktu saya kuliah ,dosen paling pintar sekalipun tidak  ada yang bisa menjawab.” kata Anggi dengan yakin.
“Kalau begitu, pertanyaan apa yang akan kamu tunjukkan pada saya?" tanya ustad.
“Begini ...  Kalau benar Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya! Kalau benar manusia mempunyai takdir, apa itu takdir? Dan tunjukkan pula pada saya. Setan itu kan diciptakan dari api, lalu kenapa Tuhan memasukkan setan ke dalam neraka?  Bukan kah neraka juga terbuat dari api? Apakah setan akan merasa sakit dengan api? Mengapa Tuhan tidak  berfikir sampai kesitu?" tanya Anggi kepada ustad Salman. Dia merasa yakin kalau ustad tidak akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya.

“Plak !!!” sebuah tamparan keras tiba tiba sang ustad mendarat di pipi Anggi dengan.
“Aduh .. !!!!" pekik Anggi kesakitan
"Kenapa kamu menampar saya?" Anggi berkata dengan marah.
"Kamu marah? Kalau tidak bisa membuktikan, jangan marah!” Kata Anggi masih dengan nada kesal.
Sang ustad tersenyum tenang.  “Itu adalah jawaban dari ketiga pertanyaan tadi.”
“Kalau kalah jangan marah!” tumpasnya.
“Bgaimana rasa tamparan saya?" tanya ustad menimpali.
“Sakit” sambil mengelus pipinya yang masih terasa panas.
“Anggi percaya rasa sakit itu ada?"
"Tentu saja." jawab Anggi ketus.
"Kalau begitu, coba tunjukkan wujud sakit itu pada saya!" ustad kembali bertanya.
"Saya tidak bisa menunjukkan wujudnya." jawab Anggi sedikit mereda.
"Itulah jawaban pertanyaan pertama Anggi. Sesungguhnya Tuhan itu ada namun manusia tidak akan mampu melihat wujudnya." jelas ustad.
"Apakah sebelum saya datang Anggi berfikir akan menerima tamparan dari saya hari ini ?"
"Tidak." jawab Anggi. 
"Itulah yang dinamakan takdir." kata ustad penuh wibawa.
"Terbuat dari apa tangan saya?" tanya ustad kembali.
"Kulit"jawab Anggi, singkat.
"Terbuat dari apa pipi Anggi?"
"Kulit juga."jawabnya.
"Bagaimana rasa tamparan saya ?"
"Sakit."
"Walaupun setan terbuat dari api dan neraka pun terbuat dari api, Jika Tuhan berkehendak maka neraka merupakan tempat yang menyakitkan bagi setan." jelasnya.

Anggi terdiam dan tertunduk. Sebuah tamparan yang menyadarkan dirinya. Atas kesombongan dan kelalaiannya selama ini. Ia tersadar bahwa selama ini, ilmu pengetahuan yang didapatnya dari tempat kuliah dulu telah membuatnya berpaling dari Tuhan. Kesombongan logika yang telah menggantikan posisi iman dan kepercayaan akan adanya Tuhan. Tetesan air mata mulai mengaliri pipi Anggi.

Sejak saat itu Anggi menyesali perbuatannya. Dia kembali lagi menjalankan ibadahnya dan meminta ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Anggi Putu Asmara 
Kelas XII IPS
MA Al-Husna Bandung 
2012 
(dengan perubahan seperlunya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apel Merah Untuk Emak

Pikirku

“Semangat Belajar di Sekolah”