Apel Merah Untuk Emak



Usiaku 12 tahun, aku hanya anak SD yang belum punya penghasilan. Tapi aku tak pernah habis akal demi kesembuhan emak.
                Sore itu sepulang aku sekolah, keringat yang melekat di tubuhku menjadi saksi saat aku mondar-mandir di parkiran membantu orang – yang akan memarkirkan kendaraannya. Ini semua untuk emak, di sedang sakit di rumah. Aku sebagai anak pertama dari dua bersaudara harus bertanggung jawab atas kesembuhan emak. Maklum, bapakku yang harusnya menjadi tulang punggung keluargaku sudah meninggalkan kami sejak adikku masih dalam kandungan.
                Adzan maghrib terdengar, aku pun pulang. “Aa, kenapa pulang sore lagi?”. Rita menyapaku dengan pertanyaan yang sering aku dengar. “Aa beli makanan dulu Rit”. “dimana emak?” tanyaku . “Di kamar mandi, kayanya mau ambil wudhu”.
“Eh Ujang baru pulang? udah shalat belum?” emak menyapaku sambil tertatih – tatih keluar dari kamar mandi”. “Belum mak sebentar lagi” sambil aku menuntun emak masu kamar.  “Emak jangan banyak gerak dulu, entar jatoh lagi. “Gak apa-apa Jang, emak kan mau shalat”. Sambil tersenyum mencoba menenangkan perasaanku.
             
   Malam ini aku tak dapat tidur. Aku memikirkan apa yang harus ku lakukan untuk membeli obat emak. Aku bimbang malam itu, dan aku niatkan untuk shalat tahajud.
Saat aku menuju kamar mandi, aku melihat emak sedang menangis sambil duduk di kasur. “Apa yang emak pikirkan?’’ tanyaku di depan pintu kamar. “Eh Ujang, bukannya tidur, besok kan sekolah”. Emak mencoba mengalihkan pertanyaanku. “Ujang mau shalat mak, emak ko nangis?” tanyaku kembali. “Emak ingat bapakmu Jang. Dulu kalau emak sakit, emak suka di belikan apel merah”. Sambil merunduk emak menghapus air matanya.
“Sudahlah, jangan hiraukan emak. Tidur sana”. Emak mengusap kepalaku smbil tersenyum.
Kicauan burung terdengar dari luar rumahku. Aku masih teringat perkataan emak semalem . sepulang sekolah nanti aku akan mencari pekerjaan yang lebih besar penghasilannya.
                Sepulang sekolah aku berkeliling ruko didekat  sekolahku , siapa tau ada lowongan untuk anak seusiaku , tapi sampai sorepun belum ada yang bisa menerimaku .
Sejenak pikiranku terbang mengingat air mata emak tadi malam , itu yang membuatku semakin semangat mencari uang .
                Pukul 16.30 aku niatkan untuk kembali ke parkiran semoga masih ada mobil yang parkir disana. Tapi sesampai aku disana terlihat ada seorang bapak-bapak yang sepertinya sudah mengambil alih pekerjaanku. Dalam benakku sepertinya aku tak akan dapat uang hari ini.
                Sesampainya dirumah , Rita menyambutku dengan air  mata .”aa , emak ga bangun dari tadi siang “.” Hah kenapa ?”.”badan ema panas semua , Rita nunggu aa dari tadi buat bawa emak ke puskesmas . Rita tak dapat menahan air matanya . ini semua salahku , coba saja tadi siang aku segera pulang. “Ayo bawa emak ke Rumah Sakit !”.  ucapanku tak tertahan karena panik.
                Sampailah di rumah sakit, kondisi emak sangat lemah, semuanya panik menangisi seaakan emak akan pergi. Tapi aku mencoba tegar. Aku tidak mau adikku melihat kakaknya menangis.
                Keluar seorang dokter dari ruang rawat emak. “ bagaimana dok ?” “kondisi ibu sangat lemah, kami berusaha memulihkan keadaan ibumu”. Jawaban dokter yang membuat aku semakin panik yang ada dalam benakku, “tunggu mak jangan sampai pergi sampai aku memberimu apel merah”.
                Aku mencoba mencari bantuan kepad Pak Toha. Beliau adalah seorang jusagan beras di daerah rumahku.
“Assalamu’alaikum, pak Toha !”.
“Eh Ujang, ada apa Jang?’’. Beliau menyambutku dengan senyuman. Mungkin beliau kira aku akan membeli beras.
“Maaf Pak, saya datang ke sini, ingin meminjam uang untuk beli apel merah untuk emak”.
“Apel merah? , apa-apaan kamu, saya saja jarang makan apel merah. Kamu pikir dapat uanng gampang, hah? ‘’. Sekilas raut wajah Pak Toha berubah geram.
 “Maaf pak, tapi.. “ aku mencoba membujuk Pak Toha.
“sudahlahh.. sana pergi anak tukang minta-minta !”. Pak Toha membentak ku sambil menunjuk ke arah luar.
                Aku bingung, panik, takut, sedih, dan tak tahu harus apa. Terbesit dalam otakku, “Mencuri saja..” Aku mencoba mengelilingi pasar, berharap ada tukang buah yang rela memberikan apel merah walau hanya satu buah. Beberapa kali aku mencoba, tapi tak ada yang rela memberiku buah. Mungkin karena apel merah termasuk buah mahal. Pikiran ku sudah tak menentu. Akhirnya aku mencoba niatku untuk mencuri.
Akupun mencoba mendatangi seorang pedagang yg sedang sibuk melayani pembeli. Aku bepura-pura memilih-milih buah apel yang segar. Seakan aku akan membelinya. Satu-persatu buah apel aku masukan ke dalam jaketku. Saat semua lengah, aku berlari hingga si pedagang mengetahui bahwa aku mencuri.
“Maliiiiing..!! “. Teriak si pedagang sambil mengejarku.
Aku berlari sekencang-kencangnya berharap si pedagang kelelahan mengejarku. Aku tak tau sejauh apa aku berlari, dan aku pun menyadari bahwa sudah tak ada yang mengejar di belakangku.
                Aku segera menuju Rumah Sakit. Saat sampainya aku di rumah sakit..
“Aa, emak ..”. Rita terlihat sangat sedih. “kenapa emang?”. Perasaanku tak enak. Aku lansung lari ke kamar dimana tempat emak dirawat. Di sana aku melihat emak di selimuti oleh kain putih dan telah tak bernyawa..
Emaaaaaaaaaaaaaaaaaaakk.. ini apel merah untukmu !!

Putri Solehah Maharani
XII IPS MA Al-Husna Bandung 2012

Komentar

  1. tingkatkan kreatifitasnya.
    Coba lebih aktif lagi dengan blog nya masing-masing pasti nambah rame ni blog nya bu..

    Keep spirit aja buat anak2 MA ALHUSNA..

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju deh.....
      silakan yang mau buat blog sendiri, berlomba-lomba membuat blog sebagus-bagusnya. Blog ini hanya untuk menstimulasi saja agar terpacu membuat blog sendiri.
      Thanks .....

      Hapus
    2. sip bu, semoga jadi inspirasi buat anak2 ma alhusna lainnya.. Juga buat alumni yang lain..

      bu follow balik blognya ya..

      Hapus
    3. ini linknya bu
      http://acceptea.blogspot.com

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir