A,F

Dengan mata yang enggan terbuka, AF menatap jam yang tadi malam sengaja ia simpan di samping tempat tidurnya. Ternyata waktu sudah menunjukan jam lima pagi. Lagi-lagi ia terlalu lama terlelap dalam dekapan mimpi, hingga suara jam dan panggilan untuk berjumpa dengan Tuhan tak terdengar sama sekali. “ Segala puji bagi Allah Yang membangunkanku setelah ditidurkan-Nya, dan kepadanya Aku dibangkitkan. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan kepadaku, mengembalikan ruh dan merestuiku untuk berdzikir kepadanya”. Doa mengalun dalam hatinya. Do’a bangun tidur yang diajarkan ibunya pada saat ia masih bocah.
Malam begitu cepat berlalu, namun pagi datang dengan mentari yang seolah-olah enggan tuk bersinar. AF terdiam dalam lamunan. Ia terdampar dalam renungan firman Tuhan “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan dia dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.”
Airmata mengalir iringi renungan diri. AF tersadar akan ia yang selalu saja lupa bahkan tak mengingat Tuhan-Nya sama sekali. “Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah bagi kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” Do’a yang mengalun disela kedua bibirnya mengawali hari menjemput pagi.
 
Hari itu Mentari tak secerah hari kemarin, suasananya seakan membuat malas diri untuk beraktifitas. Setelah selesai berdandan rapi dan sarapan pagi, AF kemudian berangkat untuk menjalankan rutinitas walau agak sedikit malas. “Dengan nama Allah (aku keluar). Aku bertawakkal kepada-Nya, dan tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (setan atau orang yang berwatak setan), berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya (orang), dan berbuat bodoh atau dibodohi”. Lagi-lagi sebuah do’a ia panjatkan pada sang maha memiliki hidup, sebelum akhirnya ia langkahkan kaki jalani hari.
 
AF adalah seorang Pelajar Menengah Atas di salah satu sekolah sWasta di kota Bandung. ia hanya pelajar biasa dengan kecerdasan rata-rata atau bisa dikatakan murid biasa-biasa saja. Namun AF sedikit berbeda dengan anak-anak lainnya. Dia seorang anak yang pendiam. Dia tak terlalu suka bergaul dan terlalu banyak bicara. Dia lebih suka menyendiri dalam keheningan.

Mentari sama sekali enggan tuk bersinar. Awan mendung seolah memenjara cahaya dan tak membiarkannya lepas dalam dekapnya. Dengan rasa kantuk yang terus menggoda, AF bergegas melangkah menuju sekolah.
“ Kemana engkau berlari wahai cahaya? Pagi ini rasanya begitu beku, dan dinginnya trus saja menusuk melalui celah tulang rusuk.” AF merasa kedinginan di pagi itu, karena cahaya mentari tak menghangati seperti kemarin pagi.
“Ya Allah ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya di lidahku, cahaya di pendengaranku, cahaya di penglihatan-ku, cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya dari depanku, dan cahaya dari belakangku. Ciptakanlah cahaya dalam diriku, perbesarlah cahaya untukku, agungkanlah cahaya untukku, berilah cahaya untuk-ku, dan jadikanlah aku sebagai cahaya. Ya Allah, berilah cahaya kepadaku, ciptakan cahaya pada urat sarafku, cahaya dalam tulangku, cahaya dalam dagingku, cahaya dalam darahku, cahaya di rambutku, dan cahaya di kulitku. Ya Allah, ciptakan-lah cahaya untukku dalam kuburku, Tambahkanlah cahaya untukku, karuniakanlah bagiku cahaya di atas cahaya.” Disela dingin pagi dengan cahaya mentari yang seolah enggan tuk bersinar, AF memohon penuh harapan. Waktu terus berputar bersama langkah AF yang kian lama semakin mengencang.
 
Tak terasa pintu gerbang sekolah sudah ada di hadapannya, AF kemudian berlari menuju kelas dan langsung berdiam di tempat duduk pavoritnya. Di pojokan belakang ruang kelas. “ Tumben masuk pagi F?” RD teman sebangku AF yang dari tadi sudah terlebih dahulu ada di dalam kelas mengajaknya berbicara. “Sedang belajar rajin R” AF hanya menjawab seperlunya. Tak selang beberapa lama bell tanda jam pelajaran akan segera dimulai mulai bersuara. Semua murid sudah ada di bangkunya masing-masing dan bersiap utuk memulai pelajarannya.

Pelajaran hari itu diawali dengan pelajaran Matematika, pelajaran yang tak disenangi hampir separuh anak di ruangan itu, termasuk pula dengan AF. Dia memang tak menyenangi pelajaran yang selalu bergelut dengan hitung-hitungan angka.
“Kamu tak mampu bukan karna kamu itu memanglah bodoh, hanya saja kamu malas dan tak mau untuk mencoba, serta tak berusaha untuk memulai menyenanginya. Ingatlah Nak, Allah tak kan merubah keadaan seseorang, sebelum Orang tersebut berusaha untuk merubahnya.”AF teringat perkataan orang tuanya, ketika dulu ia dimarahi karena hasil ujian matematikanya yang dibawah standar. AF sadar selama ini dia mendapat nilai kecil karna dia tak serius dan tak mencoba untuk serius dalam belajar.

“Hasil bukanlah hal yang utama, tapi proses kita mencapai hasil itulah yang paling penting.” AF mencoba menyemangati diri, dan dia berjanji.. “Mulai detik ini aku akan berusaha untuk serius, berusaha untuk mencoba, memulai dengan cara menyukainya apaun itu pelajarannya. Karna dengan menyukai pasti akan membuatku berusaha untuk mengerti dan memahami.”

Tak terasa jam pelajaran telah usai, anak-anak yang tak menyukai pelajaran Matematika menganggap itu adalah kemerdekaan buat mereka. Kondisi kelas menjadi ribut tak karuan, anak-anak tak seperti apa itu yang dinamakan seorang pelajar. Suasana kelas sangatlah ribut, ada yang bermain gitar, menyanyi, memukul-mukul bangku, serta melakukan kegiatan lainnya bukan dalam proses belajar. Seperti itulah kondisi kelas AF bila sedang tak ada guru.
 
 AF yang memang tak menyukai suasana yang ribut hanya bisa pasrah. Dia memandang sekeliling ruangan dan akhirnya tatapannya tertuju pada Ayu. Ayu adalah murid yang paling cantik dikelasnya, berwajah manis, baik, pintar, rajin dan pastinya setiap laki-laki akan tergoda kala memandangnya serta ingin menjadi teman spesialnya. 

“Setiap Petaka bermula dari lirikan
Laksana kobaran api berasal dari bunganya yang kecil
Betapa banyak lirikan menembus hati tuannya
Seperti anak panah mengenai sasaran, melesat dari busur dan senarnya
Seorang hamba selama dia masih mempunyai kelopak mata yang mengedip orang lain
Maka dia berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan.
Engkau senantiasa melirik satu demi Satu
Menguntit (Wanita) Cantik dan (Pria) tampan
Apakah Kau kan dapat menawar luka (syahwatmu)…?
Sesungguhnya engkau menoleh luka diatas luka
Kau sembelih matamu dengan (pisau) lirikan dan tangisan
Dan Akhirnya Hatimu juga tersembelih sejadinya.”
 
AF teringat akan sebuah Syair yang pernah ia baca, tentang begitu bahayanya sebuah lirikan bila di iringi dengan hawa Nafsu. Ia coba lepaskan pandangannya namun entah mengapa terasa sulit tuk berpaling.
Karena sadar bahwa Ayu mengetahui bahwa dirinya dari tadi memperhatikannya, AF langsung mengalihkan pandangannya dengan rasa sedikit malu, dan tanpa ia sadari disinilah awal ia mulai miliki rasa yang tak biasa terhadap Ayu.
 
Mata pelajaran jam kedua ternyata tidak ada Guru yang mengajar. Ketua kelas memeberitahukan bahwa hari ini guru pelajaran Sosiologi tidak dapat mengajar dikarenakan Sakit. Dan untuk mengisi kekosongan anak-anak diberi Tugas untuk mencatat.

Jam terus bergulir detik-demi detiknya tak terasa melaju kian cepatnya. Pelajaran kedua dan Ketiga telah berakhir, Dan bunyi bell tanda selesainya semua mata pelajaran hari itu berbunyi dengan riangnya, mengakhiri Rutinitas harian yang begitu menguras otak dan tenaga. Namun bayangan Ayu di pikiran AF sepertinya tak mau berlalu mengikuti waktu. Sketsa wajah Ayu yang terus saja tergambar difikirannya, membuat AF mulai bertanya-tanya akan timbulnya sebuah rasa yang baru kali ini ia merasakannya.

Awan mendung yang dari tadi membuat murung sang mentari, akhirnya berjatuhan menjadi butiran-butiran hujan yang basahi bumi, Iringi langkah AF pulang kerumah.

“ Hujan, kau turun kini
Setelah mendungmu begitu kelam
Sekelam hati yang sunyi ini

Tak pernah ada yang menghiraukanmu
Dengan siraman airmu yang menyejukkan
Aku dan juga mereka
Terlena dengan hal dunia
Sehingga kau yang nyata
Hampir terlupa

Kau hujan
Mengguyur hati yang kering
Tapi kami terlalu dungu
Untuk mensyukuri nikmatMu
Mensyukuri siraman sejukmu
Sehingga kadang kau begitu dahsyat untuk kami
Akankah itu caramu hujan
Untuk mengingatkan kami
Akan kebesaranMu
Akan hujanMu.”
Hujan terus berjatuhan dengan begitu derasnnya, sederas gejolak rasa yang kini ada dihatinya.

Hari mulai berganti, dan Siangpun kini telah berubah menjadi malam, dan tak lupa AFpun Panjatkan Do’a pada Sang Pencipta.

“Kami telah memasuki waktu malam, kerajaan milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Tuhanku, aku mohon kepada-Mu kebaikan hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Tuhan-ku, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di neraka dan siksaan di alam kubur“

Mata terasa sulit untuk terpejam, bayangan Ayu kembali hadir dalam pikirannya, membuai dalam lamunan yang seolah tak ingin cepat selesai.
“Apa gerangan Rasa yang saat ini menggangguku, Apakah Cinta yang kurasa? Ataukah nafsu jiwaku.” AF terhanyut dalam dekapan malam dengan beribu pertanyaan, dan ia hanya mampu mendapat satu jawaban “Cinta” , ya, Rasa yang saat ini mengganggunya adalah Cinta.

Berawal dari Tatapan itu. Cintanya terhadap ayu semakin melekat diJiwanya. Mengiringi setiap langkah dalam hidup, MemberI warna disetiap mimpi dan nyatanya.

Hari demi hari, mingu demi minggu AF terus mencoba untuk mengaakrabakan diri dengan Ayu. Semakin lama Rasa itu semakin menjadi-jadi, AF tak kuasa lagi untuk menahan gejolak jiwa akan cintanya. Ia sadar bahwa sudah terlalu lama ia bungkam akan rasa yang kini ada dalam hatinya, AF akhirnya mencoba memberanikan diri untuk menulis surat kepada Ayu akan perasaan cinta yang dimilikinya.

Ketika jam istirahat berbunyi dan ketika anak-anak yang lain semua berhamburan keluar kelas untuk istirahat, AF dengan sebuah surat yang berisi ungkapan hatinya mulai mendekati Bangku yang ditempati Ayu, dia menyelipkan sepucuk surat itu di dalam buku yang dimiliki ayu, dan berharap Ayu akan membacanya.

Waktu berputar terasa lama bagi AF, yang sedang gundah menunggu jawaban yang akan diterimanya nanti dari Ayu. AF berharap agar hari itu segera cepat berlalu, dgantikan hari esok yang baginya terasa tak menentu. Jam pelajaran telah usai dan AF pulang kerumah dengan harapan esok kan menjadi hari yang membahagiakan.

Malam kembali hadir, mngantar umat manusia mendekap mimpi.

Ayu membereskan buku pelajaran untuk di bawanya esok hari, ketika ia membuka catatannya ia mendapati sebuah surat yang ditunjukan untuk dirinya . dengan rasa penasaran ayu mulai membuka dan membacanya.
“ Dear Ayu!!

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, sejak pertama aku mengenal dirimu berjuta rasa datang mengusik dalam setiap tidurku. Berjuta cara tlah kucoba tuk mengapus semua rasa yang ada dalam relung jiwa ini, namun aku tak pernah mampu. Semakin aku berusaha melupakan, namun semakin kuat wajahmu dalam ingatan. Rasa ini sudah teramat kuat mengikatku.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku. aku sadar akan siapa diriku yang mungkin tak pantas mendapat cinta darimu, namun rasa cintaku ini sudah teramat menyiksaku, aku membutuhkanmu., aku mencintaimu dan kuharap engkau mau menjadi Kekasihku, menjadi pendamping dalam hidupku.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, maaf atas kelancangan ku ini, tapi apa dayaku, aku terlanjur jatuh hati pada mu. aku berharap engkau mau menerimaku untuk dampingi hidupmu.

Aku tunggu jawabanmu wahai Bidadari yang telah melumpuhkan hatiku. Aku kan terima apun keputusanmu.

Yang menanti jawabmu

AF

Ayu terdiam dalam rasa ketidak pastian, ia tak tahu jawaban apa yang mesti ia berikan kepada AF. Ayupun akhirnya memohon pada tuhan sang pemilik hidup yang mengetahui apa yang baik dan buruk bagi hambanya.

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu, dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Maha Kuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku –atau di dunia atau di akhiratku, takdirkanlah untukku, mudahkan-lah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku ,maka singkirkanlah persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku“

Malam yang semakin larut menghiasi hati dua insan yang terjebak akan cinta. Mengantarkan mereka menjemput hari esok yang penuh harapan akan sebuah keputusan.

Hari yang dinantipun telah tiba. dengan gugup dan hati yang berdebar kencang AF mencoba mendekati Ayu.
” Ayu, Apakah kamu sudah membaca surat dariku..?”
“Sudah.,” Ayu mencoba menjawab dengan perasaan yang bertanya-tanya, Apakah AF mampu menerima atas jawaban yang akan di berikannya nanti.
“Aku menunggu jawaban akan pesan hati ku , Yu, dan kuharap jawabanmu seperti apa yang aku harapkan slama ini.”
“F maaf, Ayu tak dapat menerima Cintamu, walaupun sebenarnya Ayu miliki rasa yang sama akan dirimu. Namun sekarang Ayu telah menjadi milik orang lain, dia sangat menyayangiku F, Ayu tak mau mngecewakannya.”
AF hanya terdiam mendengar jawaban Ayu . ternyata jawaban yang ia terima adalah jawaban yang sangat tak diharapkannya.
“F, jikalau kamu lebih cepat mengatakan rasamu pada diriku, mungkin jawabannya takan seperti ini. Maafkan Ayu F, jikalau jawabanku ini lukai hatimu , tapi apa dayaku F, AYu tak mungkin menerimamu.”
“Taka pa-apa Ayu, aku mengerti dan aku menerima semua keputusanmu., 
. Kamu tak perlu meminta maaf, aku tahu mungkin ini keputusan yang paling baik untuk dirku dan untuk dirimu.” Walau hati penuh luka putus asa, Af berusaha untuk mencoba menerimanya. Dia terlalu lama memendam rasa dan akhirnya dia terlambat untuk dicinta.
Setelah hari penolakan itu,. Dirinya seakan-akan berjalan dalam lorong gelap tk bertepi, menjalani kisah dengan akhir yang selalu tak berarti, ia hanya mampu terpaku dengan satu keadaan, keadaan gelap tanpa arah dan tujuan., semakin lama ia makin terperangkap dalam ruang kehampaan, ruang yang begitu sempit nan sesak namun tak pernah mampu tuk menolak, ia hanya mampu terdiam dan tak mampu tuk berontak, tuk hancurkan duka yg slalu singgah dalam dada.
Hari-hari AF berasa semakin tak berwarna, semangatnyapun seolah makin memudar. Namun bayangan Ayu tetap tak mau pergi ikuti waktu. Cintanya terhadap Ayu tetap saja hadir disela relung hati. AFpun begitu menderita akan cinta yang dimilikinya, cinta yang terlambat diungkap seolah menjadi racun yang sudah tak ada lagi penawarnya.
Hari, Minggu, dan bulanpun telah berlalu, tapi tetap saja Cinta AF terhadap Ayu tak sirna sedikitpun, tak terkubur dan tergilas oleh waktu yang melaju.
”aku masih di sini, di ruang masalalu yang tak pernah berlalu, masih setia menanti cinta yang tak pasti, masih menunggu ia yang tak mungkin bersamaku, untuk obati luka cinta dijiwaku..”.
AF Tetap setia menanti Cinta Pertamanya, tetap berharap Tuhan akan mempersatukannya. Dan Entah sampaikapan Ia akan setia pada cinta yang tak pasti. Cinta yangmungkin kan dia bawa sampai mati.

Coba-Coba-Curat-Coret
{Alumnus angkatan 2010}

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir