Keterasingan ....

Alunan musik keras semakin membahana. Suara drum dengan tempo cepat itu memacu jantung setiap pendengarnya hingga bereaksi untuk turut jingkrak ikuti hentakan super keras. Lagu-lagu dengan suara dalam memprovokasi penonton untuk larut dalam gaya "fogo" yang semrawut di tengah lapang sekolahku. Panas terik matahari tak dipedulikan.

Aku pun turut terlarut dalam hingar bingar pentas musik ini.Aku bersama Robby temanku. Diantara puluhan penonton lain melakukan "fogo" yang diiringi lagu keras. Saat hentakan drum dalam tempo tertinggi dan lagu yang didengungkan seperti orang yang "mencaci maki" berhamburan segerombolan anak lelaki ber"fogo" ria. Mereka menghentakan badan mereka ke depan ke belakang. Mengangguk-anggukan kepala mereka dengan tempo cepat seolah hendak membenturkan kepala mereka ke udara. Gerakan yang popular disebut dengan headbang.

Robby melakukan gerakan hendak terbang di udara. Kakinya melayang begitu tinggi sambil melompat, dan tiba-tiba
"Bukkkk !!!" kakinya mendarat di punggung seorang penonton lain yang sedang membungkuk melakukan "fogo".
"Ahhhhh...." sebuah teriakan kesakitan memekik diantara hingar bingar musik keras. Segera anak yang tertendang itu berbalik, dan secepat kilat
"Bukkkk !!" Sebuah bogem mentah mendarat di pipi Robby. Tak terima dengan pukulan balasan itu, Robby kembali hendak melayangkan pukulan kembali ke anak tersebut. Terjadilah perkelahian seru diantara mereka.

Merasa bahwa Robby adalah sahabat baikku, aku terpanggil untuk membela Robby. Aku pun turut terlibat dalam perkelahian itu. Begitu pula anak-anak lain yang merasa menjadi pembela lawan Robby. Tak pelak tawuran antar pelajar satu sekolah terjadi. Pihak keamanan segera mengamankan perkelahian tersebut. Acara musik segera dihentikan. Dan pertunjukkan akhirnya bubar.

Beberapa lebam membiru menghias mukaku. Bahkan mataku bengkak dan mengucur darah segar dari hidungku. Uhhh sakit juga
....

Keesokan hari, aku bersekolah seperti biasa. Kulihat kondisi Robby lebih parah dari aku. Jam pertama berlalu. Tidak ada teman-teman yang mempertanyakan kenapa kondisi kami seperti ini, rupanya mereka telah tahu kejadian kemarin. Ah, biarlah.
“Tok tok tok...!!!!”
Pintu kelas diketuk dari luar, diikuti orang yang masuk ke dalam kelas dengan membawa secarik kertas. Setelah berbisik sebentar kepada guru yang sedang menerangkan, orang itu yang merupakan petugas Tata Usaha segera mengumumkan sesuatu.
"Untuk Aan dan Robby, segera datang ke ruang BP sekarang juga." umum orang tersebut.

Aku tersentak ketika namaku disebut. Begitu pula Robby. Teman-teman sekelasku memandangku. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Aku segera bangkit diikuti Robby. Kami bergegas menuju ruang BP yang letaknya cukup jauh dari kelas kami. Dalam perjalanan ke ruang BP kami menduga-duga apa yang akan dibicarakan di ruang BP itu. Apakah kami akan mendapat hukuman berat atas kesalahan kemarin?

"Tok tok tok ... Assalamualaikum, Pak!" ucapku mengucapkan salam.
"Waalaikum salam. Masuklah!" jawab guru BP.
"Duduk!" perintahnya kepada kami. Kami agak segan dengan guru BP tersebut melihat gerak-geriknya yang begitu tegas dan terkesan garang. Kami duduk berdampingan di kursi panjang dengan gaya seolah kami adalah terdakwa yang siap menanti vonis.
"Kalian tahu kenapa kalian dipanggil ke sini?" tanyanya seolah menginterogasi.
"Tidak, Pak." jawabku sambil tertunduk.
"Kalian telah melanggar peraturan sekolah tentang ketertiban." tegasnya.
"Kalian telah melakukan perkelahian pada saat pertunjukkan seni. Dan itu melanggar tata tertib sekolah. Bapak heran, kenapa kalian sampai melakukan pelanggaran itu." sorot matanya begitu tajam seolah menusuk dada kami berdua.
"Begini, Pak..." Robby hendak menjelaskan.
"Sudahlah ....!" Potong Pak Hendra.
"Kamu tidak perlu menjelaskan kronologinya. Pihak sekolah telah memutuskan hukuman bagi kalian berdua.Kalian diskorsing selama tiga hari. Begitu kalian masuk lagi, orang tua kalian harus menghadap ke sekolah. Temui kepala sekolah, mengerti?"
"Ya, pak." jawab kami serempak.
"Ya sudah, silakan kalian keluar." ujar Pak Hendra.
"Assalamualaikum, Pak." ucapku ketika keluar dari ruang BP itu.

Tiga hari telah berlalu. Aku kembali ke sekolah. Kali ini aku ditemani Bapakku. Sesampai di sekolah, aku tak bisa langsung belajar. Aku menemani Bapak menemui kepala sekolah. Begitu pula orang tua Robby. Kami berempat memasuki ruangan kepala sekolah. Kulihat ada seorang anak yang terduduk di kursi tamu kepala sekolah. Rasanya muka tak asing di mataku.
"Oh ya ... anak itu. Dia kan anak yang berkelahi dengan Robby waktu itu.
“Hmm .. dia rupanya yang mengadu." batinku.
"Silakan duduk!" sambut kepala sekolah kepada kami berempat.
"Kalian sudah kenal ini? Ini Permana, putra Bapak." ujar kepala sekolah memperkenalkan anak itu.
"Hah???" Robby dan aku terperanjat.
Telah hampir tiga tahun kami bersekolah disini. Kami baru tahu kalau anak itu anak kepala sekolah.
"Waduh... !!!" ujarku dalam hati.
"Begini, Bapak-Bapak." Kepala sekolah kembali melanjutkan perkataannya.
"Putra-putra Bapak ini telah melakukan pelanggaran peraturan sekolah. Dan jenis pelanggarannya sudah sangat fatal. Sesuai aturan sekolah, bila siswa melakukan pelanggaran yang berat, maka hukumannya adalah dikeluarkan dari sekolah." jelas kepala sekolah.
"Dikeluarkan, Pak?" tanya Bapak tak percaya.
Kaget bercampur kecewa tampak menghiasi raut mukanya.
"Apakah tidak bisa diturunkan lagi hukumannya Pak? Anak saya ini kan sudah kelas XII, sebentar lagi akan menghadapi Ujian. Mohon dipertimbangkan lagi Pak." pinta Bapak.
"Begini....." kepala sekolah kembali berujar.
"Kami juga sebenarnya tidak sampai hati mengeluarkan anak Bapak. Tapi peraturan tetaplah peraturan. Tapi Bapak-Bapak jangan khawatir. Pihak sekolah telah bekerja sama dengan sekolah-sekolah swasta mitra kami. Kami bisa menitipkan putra-putra Bapak di sekolah tersebut. Kami jamin sekolah tersebut akan menerima putra-putra Bapak bersekolah." ujar Kepala Sekolah panjang lebar.

Singkat cerita, orang tua kami setuju dengan keputusan kepala sekolah dan tak pelak kami berdua menjadi sasaran nasehat dan amarah orang tua kami. Kami mengerti mereka kecewa atas perbuatan kami.
.....

Pagi yang panas. Aku dan Robby telah sampai di sekolah yang direkomendasikan sekolah. Sekolah ini jauh lebih kecil dibandingkan sekolah yang dulu. Tempatnya tidak lebih baik dari sekolah yang dulu.

Jam 7 bel berbunyi. Aku dan Robby masuk ke kantor guru. Aku duduk di ruang kepala sekolah. Ruangan sempit yang dipenuhi banyak buku-buku. Aku merasa asing. Pak kepala sekolah yang baru menunjukkan aku ruang kelas. Aku disuruh langsung belajar dengan yang lain.

Memasuki kelas baru, aku melihat teman-teman yang masih sangat asing di mataku. Aku dan Robby menempati bangku paling belakang. Orang-orang ini .... aku tidak mengenal mereka. Bingung bercampur takut menyelimuti kami berdua di kelas baru ini. Namun kucoba mengakrabkan diri dengan mereka.

"Tok tok tok ... Assalamualaikum." suara ketukan dari luar kemudian pintu terbuka dan masuk seorang siswa yang terlambat.

"Itu kan ....." batinku. Rasanya aku mengenalnya.
Tanpa mempedulikanku, dia segera ke depan untuk menyalami Ibu Guru di depan sambil mengucapkan kata-kata maaf karena sudah terlambat. Segera setelah itu dia berbalik ke belakang untuk duduk dibangkunya.Aku memperhatikannya dan meyakinkan diri bahwa aku mengenalnya. Pandangan kami beradu, dia baru "ngeuh" kalo dari tadi ada aku disini.

"Aan! Kamu? Disini?" tanyanya kaget.
"Iya ... aku dipindahkan kesini." ucapku senang bercampur kaget.
Aku tidak menyangka kalau aku bisa sekelas dengan seseorang yang kukenal. Dia adalah Yusuf, temanku yang dulu sempat satu sekolah di sekolah yang dulu. Kemudian dia pindah sejak kelas X. Rupanya dia pindah ke sekolah ini.

Sejak saat itu aku merasa tak asing lagi di kelas ini. Aku mulai mengenal satu per satu teman di kelas baruku. Ternyata teman-temanku yang baru ini sangat baik. Mereka ramah dan menyenangkan. Begitu pula guru-guru disini. Sangat ramah dan akrab. Lama kelamaan hatiku mencair. Aku tak merasa terasing dan mulai betah sekolah disini. Sepertinya aku akan sangat senang belajar disini. Dan mungkin, sedikit melupakan hobby lamaku. "Fogo" dan tawuran.

Inspirasi dan alur : Aan Kartiwa XII IPS MA Al-Husna 2012.
Penceritaan kembali : Eni

Komentar

  1. Ngadain diskusi masalah remaja kayanya seru bu.
    Setuju gak kalo ngadain.

    Ditunggu ya bu.
    Inbox ja ke fb.

    BalasHapus
  2. good idea ... tapi kapan ya ?
    nyiptain momentnya itu yang susah

    BalasHapus
  3. betul ituh, susah banget kalo ngajak bener ma anak2 teh bu..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir