Nyontek? Hmm... gak banget

Mata AS berbinar ketika melihat angka di kertas UTS nya tertera 90 dengan tulisan besar dan dilingkari sebuah bulatan besar berwarna merah. Terbaca pula sebuah komentar tertulis "excellent" di bawah angka itu. Tak pelak bibirpun merekah, tersenyum lebar sambil berteriak "Horeeee UTS ku nilai besar!!!" Dia berjalan dengan penuh antusias menghampiri teman-temannya untuk membandingkan nilai UTSnya dengan nilai UTS teman-temannya yang lain.

Memang menyenangkan memiliki nilai besar dalam ujian kita. Tapi benarkah akan menjadi suatu kepuasan bila nilai itu tidak kita dapatkan dari hasil kerja keras kita. Cobalah tanya secara jujur dalam diri kita, ketika kita mendapat nilai 90 untuk ulangan kita, benarkah itu murni kerja keras kita setelah semalaman belajar? atau hasil bantuan teman-teman kita yang memang begitu "baik" memberikan "sumbangan" jawaban bagi kita.

AS sebenarnya tidak belajar dari semalam. Dia tahu hari itu dia harus UTS, namun kemarin sore dia masih sangat asyik bermain Game Online di dekat rumahnya. Tapi AS tidak pernah merasa khawatir akan mendapat nilai kecil, karena dia tahu, teman-temannya selalu bisa diandalkan untuk memberinya jawaban di setiap nomor soal. Nomor 1 dari AN, nomor 2 dari NMS, nomor 3 dari IG dan seterusnya. Kalau saja dia jujur kepada hatinya, adakah kepuasan dalam dirinya dengan nilai besar yang diterimanya?

Kejujuran adalah barang yang menjadi langka dan berharga sekarang ini. Setuju atau tidak, inilah yang terjadi saat ini. Entah mengapa, kita lebih mementingkan nilai dibanding proses. Apapun caranya yang penting nilai harus di atas KKM. Akhirnya persaingan yang tidak sehat terjadi hanya untuk beroleh angka besar.


Sungguh ironis. Benar-benar ironis. Ketidakjujuran justru lahir di sekolah. Ya..... di sekolah. Disinilah ketidakjujuran itu lahir. Tempat yang seharusnya mendidik manusia agar menjadi manusia pintar dan berguna, justru melahirkan generasi-generasi pembohong yang tidak jujur. Naudzubillahi min dzalik.

Bila dipikir lebih jauh lagi, sebenarnya untuk apa kita mengejar nilai besar? Demi mendapatkan pujian dari guru dan teman serta orang tua? Atau takut dikatakan bodoh oleh orang lain? Tapi haruskah pujian itu diperoleh dengan cara yang tidak jujur? Ketidakjujuran seperti itu hanya akan melahirkan kemunafikan. Senyum di luar, namun hati tidak akan pernah bohong untuk mengatakan yang sebenarnya.

Bagaimana kita bisa dihargai manusia ketika kita sendiri tidak bisa jujur pada diri sendiri. Kita sendiri yang membohongi hati kita sendiri dengan perbuatan kita. Apakah dibohongi itu menyenangkan? Tidak! Dibohongi itu sakit, lalu mengapa kita sendiri membohongi diri kita? Bukankah kita sedang menyakiti diri sendiri? Hargai dan cintai diri kita dengan berbuat jujur minimal untuk diri sendiri.

Insya Allah ketika kita mampu menghargai diri sendiri dan jujur pada diri sendiri, Allah akan menghargai kita. Dan penghargaan dari orang pun dengan sendirinya akan mengalir. Bukankah itu suatu kebanggaan yang sejati? Kebanggaan yang bukan ilusi dan bukan fiksi.

Lembaga sekolah, bukan hanya mencetak manusia yang pintar secara otak, namun jauh dari itu, sekolah ingin menghasilkan manusia yang berkarakter. Jujur adalah salah satunya. Kepintaran yang tidak diimbangi kejujuran akan melahirkan koruptor-koruptor ulung di masa depan. Bahkan jika kepintarannya itu di bidang mencari "jawab" atas soal-soal ulangan yang sulit. Bukankah itu akan menciptakan para penipu di negeri ini? Sudah cukup bangsa ini mendapat keterpurukan dari pemimpin bangsa yang tak adil. Janganlah masa depan kita nanti dipimpin oleh pemimpin yang lahir dari lulusan yang "tidak jujur".

Kita adalah pemimpin bangsa ini kelak kemudian hari. Tanamkan kejujuran, beranilah untuk benar. Jangan takut akan kegagalan jika memang kita telah maksimal dalam usaha. Negeri ini rindu akan generasi penerus yang memiliki karakter.

Be an honest generation!!! Love you all. Acungan jempol bagi kalian yang berani jujur....

Eni
2012

Komentar

  1. lebih baik terapkan aja bu.
    "silahkan nyontek tapi jangan sampai ketahuan manusia"
    Kalo dia manusia pasti dia mikir, dia manusia apa bukan.. Hhaha..

    Just kidding bu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir