Surat Kecil Untuk Sahabat

Kring..kring..kring..
Seperti biasa, alarm jam 5 pagilah yang membangunkan aku dari tidur yang lelap. Aku mulai melakukan aktivitas yang sama seperti hari-hari lainnya. Berangkat sekolah dengan berjalan kaki melewati jalan yang sering kali pengendara motor dan mobil beralu lalang. Suara kebisingan membuatku kadang jenuh dan berpikir mengapa harus ada kendaraan di dunia ini jika bisa menjadi salah satu penyebab kerusakan dunia. Sepintas aku melamun dan terbesit di benakku. Mengapa hidup ini tidak pernah berjalan dengan apa yang kta inginkan dan mengapa kita terlahir untuk seperti ini ?
“Hah sungguh aku tak habis pikir dengan semua yang aku pertanyakan, tapi ya sudahlah mungkin aku hanya memikirkannya sesaat."

Aku bersekolah di SMAN 15 Surabaya. Keadaanlah yang memaksa ku untuk bersekolah disini. Berat memang menjalani sesuatu atas dasar kepaksaan tetapi lambat laun aku terbiasa dengan semuanya. Mungkin karena faktor teman-teman dan gurunya yang membuatku nyaman. Namun hari itu entah mengapa aku banyak merenung dan tak banyak menyapa orang lain. Mungkin ini akibat semalam aku mendengar ayah dan ibuku bertengkar lagi. Mereka memang selalu seperti itu. Dan mereka tak malu dengan aku anaknya, aku terdiam di kelas dan memikirkan sikap mereka. Sebenarnya aku tak ingin murung seperti ini tapi tiba-tiba air mataku jatuh. Anita teman sekelasku yang melihatnya langsung menyapa ku.

“Laras, Kamu kenapa? Siapa yang membuatmu seperti ini? Ayo, ceritakan kepadaku!”
‘Ibu dan ayah ku bertengkar lagi, Nit. Aku bingung harus bagaimana menyikapinya.”
“Sudahlah sekarang kamu tenangkan dirimu. Orang dewasa memang seperti itu dan mereka hanya bertengkar sejenak. Nanti juga mereka kembali seperti biasa. Sekarang kita belajar dulu saja.”

Aku pun kembali bersemangat dengan apa yang sudah Anita beritahu kepadaku. Anita adalah sahabatku sejak SMP dulu. Kami sangat dekat bahkan keluarganya sudah mengangap aku seperti saudaranya sendiri. Kehidupan Anita yang serba kecukupan, terkadang membuatku iri akan dirinya. Karena dia adalah anak satu-satunya, ya wajar sajalah orang tuanya sangat menyayanginya. Sangat jauh berbeda dengan kehidupan keluargaku di rumah. Aku mempunyai dua adik perempuan dan satu adik laki-laki. Ayahku hanya seorang buruh serabutan yang penghasilan kesehariaannya hanya cukup untuk makan. Bahkan terkadang Anitalah yang membayarkan uang sekolahku. Teramat baik memang keluarganya.

Treeeeet .. treeeet…. Treeeet….
Bel pulang pun berbunyi. Seperti biasa sepulang sekolah aku dan Anita selalu menghabiskan waktu bersama entah mengerjakan PR atau hanya sekedar jalan di mall saja. Tetapi aneh tidak sepeti biasa kali ini Anita terlihat lebih tidak bersemangat. Wajahnya pucat dan gerak-geriknya pun sepintas terlihat tidak bebas.
“Anita, Kamu sakit? Mukamu terlihat agak pucat.”
“Aku tidak apa-apa. Mungkn karena aku tidak ber make-up tadi.”
“Kalau kamu sakit lebih baik kita pulang saja.”
“Aku tak apa-apa, Laras.”
“Baiklah kalau begitu. Kita lanjutkan di rumah kamu saja ya mainnya. Aku mau mengerjakan PR.”
“Baiklah, tapi anter aku ke kamar mandi dulu yah”

Tanpa sengaja aku melihat Anita mengeluarkan sesuatu dari tasnya, tapi seperti obat. Tapi entahlah apa, selama ini dia baik-baik saja pikirku. Karena memang dia tidak pernah masuk rumah sakit atau sakit yang dalam jangka waktu lama.
“Anita apa itu obat ?”
“Obat apa ?(dengan muka mengerut) aku tidak membawa obat”
“Tapi tadi aku melihat kamu mengeluarkan sesuatu”
“Oh, itu hanya permen”

Sebenarnya aku masih penasaran dengan apa yang dia bawa, tapi dia tidak pernah membohongi ku jadi wajar saja kalau aku percaya kepadanya. Karena waktu sudah sore kami memutuskan untuk pulang. Keesokan harinya ternyata Anita tidak masuk sekolah, aku cemas kepadanya aku mencoba menghubunginya lewat sms tetapi dia tidak membalasnya sepulang sekolah aku datang ke rumahnya untuk menanyakan kabarnya. Namun, ibunya bilang dia sedang tidak ingin diganggu. Aku menangis mengapa Anita seperti itu kepadaku, dia tidak seperti biasanya. Jika memang ia mempunyai masalah pasti ia akan menceritakannya kepadaku, tapi ini berbeda dia malah tidak ingin di ganggu. Apakah kata-kata ku nkemarin ada yang tidak mengenakkan sehingga dia seperti itu tapi tidak mungkin karna dia pasti membicarakannya dengan ku.

Sudah seminggu dia tidak masuk sekolah. Aku cemas dengannya. Aku mencoba mnghubunginya kembali melalui handphone yang Anita berikan kepadaku. Tapi tak kunjung dijawab. Aku bingung harus bagaimana. Kadang aku berpikir negatif tentangnya, tapi kadang juga aku berpikir positif tentang dirinya. Aku merasa kesepian karena memang sahabatku hanyalah dia seorang. Bahkan teman sebangkuku pun malas berbicara denganku. Mungkin karena aku tidak terlalu nyaman dengannya. Aku mencoba melupakan Anita sejenak dengan teman-teman yang lain. Aku berusaha membuat hidupku tidak tergantung lagi dengannya. Aku mencaba berbaur dengan sekelilingku. Dan akhirnya aku berhasil. Kisah ini berlanjut sampai akhir masa sekolahku di SMAN 15 itu. Aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Tetapi sayangnya, Anita tidak ada di dekatku. Sampai suatu ketika aku bertemu dengan ibunya dan beliau menceritakan semua yang sudah terjadi kepada Anita. Aku terkejut dan menangis mendengarnya. Betapa anehnya sahabat yang aku kira dia segar dan tak pernah terjadi apapun dengannya, ternyata ia terkena penyakit ganas. Lalu beliau juga memberiku sebuah surat. Sebenarnya aku tak ingin membukanya karena ini semua mengingatkanku kepada kisah dimana Anita meninggalkanku. Tapi dengan perlahan aku membukanya.

Dear sahabat,
Hai, Laras bagaimana keadaanmu ?
Kamu baik saja bukan. Maaf jika selama ini aku tak memberimu kabar. Aku pun disini baik-baik saja. Aku harap kamu dapat meredam emosimu tentang orang tua mu karna mereka sebenarnya menyayangimu dengan sepenuh hati. Hadapilah hidup ini dengan ikhlas dan tenang, karena sesungguhnya hidup ini akan indah jika kamu menjalaninya dengan kebaikan. 

Surat ini akan aku simpan sebagai kenangan yang takkan pernah mati.

Neng Ela Cahyati 
XII IPS 
MA Al-Husna Bandung
2012

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir