Jeritan hati Berselubung Senyuman

Namaku Nirmala, saat ini aku sedang persiapan menghadapi ujian nasional. Karena itu aku selalu disibukkan dengan berbagai ujian. Keadaan seperti ini jelas membuatku sangat jenuh berada di kelas. Untungnya ada sahabat terbaikku, Adit. Hanya Aditlah yang kini menjadi penyemangat aku untuk pergi ke sekolah.
Telah lama aku mengagumi sosoknya. Sikapnya yang sangat care membuat aku jatuh hati padanya. Namun sayangnya dia tak pernah tahu perasaaanku.
Pagi itu jam menunjukan pukul 06;30. Aku datang ke sekolah dengan membawa sekotak makanan serta sebotol air. Biasa, kalau sedang ujian kayak gini Adit selalu datang lebih awal sehingga selalu lupa sarapan. Mudah – mudahan Adit suka dengan masakanku” ucapku dalam hati.
Sesampainya di kelas, seperti biasa aku menemukan Adit sedang bermain gitar menyanyikan sebuah lagu kesukaanya.
Hey, ternyata kau sudah dating. Datang jam berapa, Dit?” tanyaku sambil tersenyum kepadanya.
“iya, nih. Tadi aku takut kena macet jadi pergi masih pagi.” Jawabnya sambil menyimpan gitar dan menghampiriku.
Eh udah sarapan belum? Aku bawa makanan nih.” Ucapku sambil mengeluarkan makanan yang telah kusediakan. Dia hanya tersenyum dan menjawab “Belum. Ok kita sarapan bareng, yah!”  
Akhirnya kami pun sarapan berdua. Tanpa ku sadari satu per satu teman sekelasku berdatangan. Tiba – tiba Adit memanggilku
“Nirr.
 “iya? Kenapa, Dit? Ada apa? Masakanku tidak enak yah?” jawabku dengan hati sedikit tak karuan karena aku takut masakan yang ku buat dengan sepenuh hati tak berarti di hadapannya.
Kenapa ya, Nir, kok aku ngerasa seneng kalo ketemu sama si Lina? Apa mungkin aku jatuh cinta pada dia?” katanya sambil memandangku.
Sungguh saat itu hatiku terasa sangat sakit. Tapi sesakit apapun aku harus bisa menahannya karena ini bukanlah salahnya melaikan salahku. Dengan coba menenangkan nafasku, aku menjawabnya  
Yaa kalau itu, hanya kamu sendiri yang tahu jawabannya, Dit. Coba aja tanya sama hati kamu sendiri.”
Iya aku juga masih bingung sama perasaan aku sendiri. Oh iya, kemarin malam aku sms-an sama dia dan ternyata dia orangnya asik loh, pokoknya perhatian banget. Hmmm aku sendiri masih bingung dengan perasaan ku sendiri. Tpi menurutmu bagaimana jika aku menjadikan dia sebagai kekasihku?” katanya tanpa sedikitnpun melihatku.
Kamu itu bodoh apa polos sih, Dit? Atau kamu memang sengaja tidak menganggap semua perhatianku selama ini?” ucapku dalam hati. Saat itu aku hanya tersenyum tanpa kata sedikit pun. “Hei, Kau. Kok malah ngelamun? Orang lagi minta saran malah senyum-senyum sendiri. Dasar.” Ucapnya dengan sedikit ketus. Aku pun mencoba menyembunyikan rasa sakit dan marah di hati dengan berusaha menggoda sahabatku itu.”Cieee ... yang lagi kasmaran jadi sentimen gitu nih kayak cewek lagi dateng bulan aja. Hihi”
Mendengar aku berkata seperti tiu ternyata Adit malah memandangku dengan tatapan yang aneh. “Sialan Kamu, Nir. Emang aku cowok apakah? Pake acara datang bulan segala, yang ada lagi kedatangan bidadari tuh.” Jawabnya sambil menunjuk ke pintu kelas. “Hah? Mana?” kataku dengan agak marah sambil menolehkan wajah ini ke arah pintu kelas.
Betapa sakitnya hatiku ketika kutahu ternyata yang baru saja datang itu adalah dia. “Ihhh apaan sih tuh orang ganggu aja.” Ucapku dalam hati. Tanpa aku duga ternyata Adit langsung bangkit dan meninggalkanku begitu saja demi menyambut si bidadari dari kuburan itu. “Euuuhhhh.”
“Teeett .. teeetttt.” Akhirnya jam menunjukkan pukul 07.00 dan entah kenapa aku merasa tenang, karena itu berarti Adit akan jauh dengan bidadari kuburan. “hahaha ..:D” ucapku dalam hati sambil menggigit pensil.
Selama TO berlangsung ternyata pikiranku tak bisa fokus pada soal yang ada di depan mata. “Huft, ayolah Nir, kamu harus bisa fokus dan berhenti mengharap dirinya.” Ucapku dalam hati.
“Teeeeeeeeeeeettttt... teeeeeeetttt” akhirnya TO pun selesai dan aku sudah bisa menjamin bahwa hasil TO ku pasti turun drastis karean selama menghadpi puluhan lembar soal aku hanya bisa memandang soal namun tak bisa sedikitpun melupakan kata-kata Adit yang membuat hatiku hancur.
Saat aku bergegas keluar kelas tiba-tiba hujan turun begitu derasnya. Dan dengan sangat terpaksa aku hanya berdiri di balkon menatap langit yang begitu kelabu, tak ada matahari yang menerangi. Semua hanya tertutupi oleh awan. Aku sangat jenuh dengan keadaan seperti ini. Akhirnya aku mengeluarkan handphone untuk sekedar memutar MP3. “Sialan, headsetnya ketinggalan di kelas.” Ujarku sambil memeriksa tasku. Aku pun kembali berjlaan ke kelas untuk mengambil handsfree. Tapi ketika aku di pintu kelas betapa kaget dan sakitnya hati ini ketika menyaksikan sahabatku sedang berduaan dengan Bidadari dari kuburan itu. “Haaa kenapa aku harus menyaksikan ini?” jeritku dalam hati.
“Prakkk ..” tanpa sengaja hape yang kupegang terjatuh dan otomatis mereka berdua langsung memandangku yang mungkin terlihat seperti orang bego. “Kenapa, Nir?” tanya Adit dengan singkat. “E... enggak apa-apa kok, Dit. Maaf ganggu yah ... aku Cuma mau ngambil yang ketinggalan jawabku sambil tersenyum walalu dalam hati sedang menjerit menahan sakit melihat mereka berdua. Setelah mengambil apa yang kucari lantas dengan segera meninggalkan ruangan dengan kemesraan mereka.
Diluar, hujan masih dnegan deras mengguyur. “Hufff ... sampai kapan aku harus menunggu hujan ini reda?” ujarku dalam hati. “Aku berharap hujan ini tak berhenti.” Ucap seorang lelaki yang ada di sampingku. “Hah?” jawabku dengan refleks asmbil memandang lelaki itu.
“Ya aku berharap hujan ini tak pernah reda karena aku tahu apapbila hujan reda kau akan pergi.” Jawabnya sambil memblasa pandanganku. Betapa herannya aku ketika kusadari ternyata lelaki itu adalah Adit. “Hmm sejak kapan kau ada di situ?” jawabku mengalihkan perhatian. “Kan aku sejak dulu selalu ada disampingmu.” Jawabnya sambil tersenyum. “ Cie elah .. sejak kapan jadi puitis?  Hahah” ucapku sambl tertawa. “Sejak aku jadi pacar dia, hehehe.”
 “Hah? Jadi... jadi kau sudah jadian dengan dia? Cie cie ..” jawabku sambil menahan tangis. Tapi tanpa kusadari ternyata air mata ini menetes untunglah air mata hujan yangmembasahi wajah ini menyembunyikan keperihan dan rasa hancur. Dia hanya tersenyum sambil berkata, “iya dong. Hehehe”
Mendengar ucapannya itu aku merasa sangat terpukul tapi aku tetap berusaha menyembunyikan keperihan ini karena kutahu ini adalah salahku. “Asyik PJ nya dong jangan lupa. Semoga langgeng yah .. aku senang banget ternyata sahabatku yang jelek ini laku juga. Hahahaha” jawabku sambil tertawa di hadapannya.
Sejak saat itu aku selalu berusaha memendam dan menyimpan rasa ini sendiri. Dan biarlah senyuman dusta yang menjadi pembalut luka di hati dan biarlah sakitku menjadi indah dengan kebahagiaannya.

Agus Suryanto
MA Al-Husna
2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir