Jodoh Pasti Bertemu
Suatu malam ku terduduk di teras rumahku.
Melihat suasana malam yang sunyi sepi, dingin dan gelap. Ku tatap langit malam yang gelap dan hitam, terlihat sinar kecil cahaya bintang yang berkedip-kedip layaknya mata manusia, terlihat cahaya bulan yang tak begitu terang mencoba menerangi bumi yang sangat megah nanluas dengan cahaya indahnya. Berkhayal untuk meraih bintang itu dan menggenggamnya dengan kedua lenganku. Melihat lebih dekat dan jelas, berharap akan ada seseorang yang dapat merubah hari-hariku yang sunyi kelam layaknya malam hari. Melirik sedikit ke meja yang ada di sampingku terduduk dan ku ambil si merah(Hp) kesayanganku dan sebuah aerphone. Ku pasangkan pada kedua telingaku dan play lagu Faby_Jodoh.
Melihat suasana malam yang sunyi sepi, dingin dan gelap. Ku tatap langit malam yang gelap dan hitam, terlihat sinar kecil cahaya bintang yang berkedip-kedip layaknya mata manusia, terlihat cahaya bulan yang tak begitu terang mencoba menerangi bumi yang sangat megah nanluas dengan cahaya indahnya. Berkhayal untuk meraih bintang itu dan menggenggamnya dengan kedua lenganku. Melihat lebih dekat dan jelas, berharap akan ada seseorang yang dapat merubah hari-hariku yang sunyi kelam layaknya malam hari. Melirik sedikit ke meja yang ada di sampingku terduduk dan ku ambil si merah(Hp) kesayanganku dan sebuah aerphone. Ku pasangkan pada kedua telingaku dan play lagu Faby_Jodoh.
Suatu malam kuterduduk di teras
rumahku. Melihat suasana malam yang sunyi, sepi, dingin dan gelap. Kutatap
langit malam yang gelap dan hitam. Terlihat sinar kecil cahaya bintang yang
berkedip-kedip layaknya mata manusia. Terlihat cahaya bulan yang tak begitu
terang mencoba menerangi bumi yang sangat megah nan luas dengan cahaya
indahnya. Berkhayal untuk meraih bintang itu dan menggenggamnya dengan kedua
lenganku. Melihat lebih dekat dan jelas, berharap akan ada seseorang yang dapat
merubah hari-hariku yang sunyi kelam layaknya malam hari. Melirik sedikit ke
meja yang ada di samping, kuterduduk dan ku ambil si merah (Hp) kesayanganku
dan sebuah earphone. Kupasangkan pada kedua telingaku dan play lagu Faby_Jodoh.
...
Tuhan tolong aku
Jodohkan aku pada seseorang
Seseorang yang sangat ku cinta
Seseorang yang buatku bahagia
....
Begitu tenangnya menikmati
musik, tak terasa waktu menunjukan pukul 21.30. Bergegas kumasuk ke dalam
menuju kamarku dan segera menutup mata untuk menikmati hari esok.
Kkkrrriiiiiingggggggggggg !!! Alarm
jam wekerku berbunyi yang membangunkanku tepat pukul 06.10 pagi, bergegas kubangun
dari atas tempat tidurku menuju kamar mandi dan siap-siap pergi ke sekolah.
Sesampainya di gerbang sekolah.
Mulai kulangkahkan kakiku dari
gerbang menuju kelas XII-Bahasa (kelasku tercinta). Suasana kelas masih saja
sepi seprti biasa. Belum terlihat banyak murid yang datang. Tak lama, kedua
telingaku mendengar ketukan langkah kaki yang semakin mendekat ke arahku
terduduk. Daannn ... ternyata .... “ Dyyyaaarrr “ ketiga sahabatku (Dwi, Indri
dan Yani ) mengagetkanku.
“Nyubuh amat Wid datengnya”
sindir Indri kepadaku yang memang aku datangnya kepagian. Aku hanya meringis
untuk membalas sindiran itu. Beberapa kemudian kelas XII-Bahasa pun telah di
penuhi oleh anak-anak berseragam putih-abu.
Tttteettttttt ........... bel jam pelajaran pertama.
Yoga , ya Yoga. Dia adalah salah
satu teman laki-lakiku di kelas. Aku dan Yoga memang dekat. Teman-teman di kelaspun
sudah tidak aneh melihat kita sedekat ini. Oh yaa , tidak lupa juga Rian, dia
juga salah satu teman laki-laki di kelasku selain Yoga. Hanya ketiga sahabatku,
Yoga dan Dia (Rian) lah yang sering menggoda dan membully (bahan gurauan) ku saat
dikelas. Merekalah yang selalu membuat hidupku tak terasa sunyi (hahahaa emang
nasibku begitu). Namun, di kelas aku lebih dekat dengan Yoga, tapi kita hanya sebatas
teman ko ga lebih. Aku dan Yoga sering sekali bertukar pikiran dalam segala hal.
Entah itu urusan pelajaran, hidup, keluarga dan perasaan (masih tergolong
curhat gitu). Sedangkan Rian, kami tidak terlalu dekat tapi yang paling parah
dan suka membullyku (hanya untuk bahan gurauan) yaa dialah ( Rian ).
Sepulang sekolah, ya biasa
aktivitasku sehari-hari, paling stay in my room aja. Sungguh kegiatan yang
membosankan, huft. Hanya TV dan si merahlah (Hp) yang membuatku betah di kamar.
Dan sesekali paling aku menulis diary atau kata kata pada binder jerapahku.
Dddrrrrtt .... ddrrrttt, getaran yang keluar dari si merah. Oh, ternyata ada
pesan masuk, saat ku buka,
From : Rian.
From : Rian.
14.30 , 22 feb ”Wid , ada di rumah ga ???
boleh ga aku ke rumah mu ?” Langsung ku pijit tombol balas.
To : Rian “Ada, Ian. Oh iya,
kesini aja.
From : Rian. “Ok tunggu yaa. Oh
ya jangan lupa sediain makanan hahaha
”

To : Rian “Enak aja, bawa ndirri
..
”

30 menit kemudian.
“Asalamualaikum.“ suara seorang
laki-laki.
Saat aku menengok ke arah pintu,
ternyata dia(Rian) yang datang, “Sett dah. Sejak kapan Ian kamu ucap salam ?
hahaha “ sindirku.
“Yeee bukannya dijawab malah diledek”
jawab Ian.
“Eh iya , waalaikumsalam.’’
jawabku sambil sedikit meringis.
Udah ga aneh kalo Ian suka main
ke rumah. Mamahku pun sudah mengenal baik Ian dan teman-teman yang lain.
Biasanya kalau dia main, berarti dia sedang jenuh atau gak ada teman ngobrol. Biasanya kita ngobrol-ngobrol, cerita-cerita
masa lalu kadang cerita tentang sekolah. Sangking asyiknya kita mengobrol gak kerasa
udah pukul 17.36 WIB akhirnya dia pun pamit pulang.
1 minggu kemudian.
Di kelas aku dan Rian semakin
lama semakin dekat. Rian sring menggodaku, sering main ke rumah, sering sekali
mengirimiku pesan singkat. Dan tiba-tiba Yoga menghampiriku yang sedang duduk
dengan ketiga sahabatku lalu dan bertanya padaku
“Wid, kamu jadian yaa sama Rian
? ‘’
‘’Hahh, enggak kok.’’ Jawabku.
Sebenernya kaget juga denger
Yoga nanya gitu, lalu Dwi ikut memotong pembicaraanku dengan Yoga
“Ahh massa ? Diliat-liat kalian makin lama makin
deket aja.’’
“Menurutku dia (Rian) suka deh
sama kamu Wid.’’ Ujar Indri.
“Ahh gak mungkin, perasaan
kalian aja kali ah.’’ Jawabku sambil mengeluarkan senyum kecil dari wajahku.
“Tuhkan, temen-temen kamu
sendiri bilang gitu.’’ Balas Yoga.
Dipikir-pikir emang iya aku dan
Ian semakin lama semakin dekat.
Tttteeeettttttttt ...... bel
tanda pelajaran terakhir habis berbunyi. Murid-murid kelas XII-Bahasa pun
meninggalkan kelas. Seperti biasa aku pulang berbarengan dengan ketiga
sahabatku. Tiba-tiba.
‘Wid, Wid’’ ada suara seseorang
yang memanggilku. Akhirnya aku berhenti berjalan dan menoleh kebelakang
ternyata Rian yang memanggilku.
“Cccciiieeee ....’’ goda ketiga
sahabatku.
“Apa Ian ?’’ jawabku.
“Pulang bareng yuk.” Ajak Rian .
“Hhhmm , iya deh ayoo.” Jawabku
tanpa pikir panjang.
Aku pun pamit kepada ketiga
sahabatku.
Di sepanjang perjalanan kita
berdua hanya diam membisu. “Hadeeuh nih si Ian tumben amat ngajak aku bareng
dan gak bawel. Lagi kesambet apaan dia hari ini.’’ Ucapku dalam hati yang penuh
dengan tanda tanya.
Sampai deh di depan rumah, aku
mengajak Rian mampir ke rumah tapi dia gak mau katanya lain kali aja. Saat
malam hari tiba ringtone si merah tanda pesan masuk berbunyi, langsung ku ambil
simerah dan menekan tombol “buka” untuk membaca pesan itu.
From : Rian 20.00 3 mar... “Malem,
Wid . lagi ngapain nih ?”
To : Rian “Malem juga Ian. Biasa
lagi nonton tv aja. Kamu?”
From : Rian “Ohh... lagi mikirin
Wiwid.
”

To : Rian “Mulai deh jurus
laki-laki (gombalan)nya keluar
”

From : Rian “Hahahaaa itu bukan
gombal , lagi serius nih. Wid aku mau jujur sama kamu. Sebenernyaa ... aku
sayang sama kamu.”
Kaget saat aku membaca pesan dia
saat itu, 5 menit kemudian akhirnya aku balas pesan itu . aku berfikir dia
sedang menggodaku.
To : Rian “Hahh bercanda kamu.”
From : Rian
“Aku serius Wid. Kamu gak sadar gitu perlakuan aku di kelas ke kamu kayak
gimana ? Beda kan sama ke anak-anak yang lain.”
To : Rian “Hhmm, hanya perasaan
sesaat ajj kali, ehh iah uddh malem nih, mataku juga udah 5watt
aku
tidur duluan yaa .”

From : Rian “Liat aja nanti, ohh
yaa tidur aja gih, malem.”
“Waahh, kayanya bener apa yang
di bilang Yoga dan sahabat-sahabatku tadi siang. Aduh aduh gimana ini ? aku
jadi bingung sendiri.’’ Gerutuku pada si merah.
Beberapa minggu kemudian.
Sikap Rian berbeda banget,
apalagi dari tatapan dia yang berbeda dan sering sekali mengirimiku pesan
singkat dengan penuh perhatian. Jujur sedikit demi sedikit aku emang udah mulai
biasa rasain apa yang pernah dia katakan padaku. Tapi aku belum bisa balas rasa
itu, karna aku lagi pengen fokus untuk mengahadapi UN 1 bulan lagi. Dengan
berjalannya aktu semakin lama semakin aneh dengan perasaanku yang mendadak
sering kangen Ian yang seing menggoda dan mengirimiku pesan singkat. Selintas
aku berfikir dia juga lagi sibuk nyiapin untuk UN. Sewaktu UN tiba, detik-detik
dimana kami murid kelas XII jurusan bahasa mengahadapi UN.
Tak terasa UN telah selesai, kami
hanya tinggal menunggu hasil kelulusan.
1 bulan kemudian.
Kelulusan pun sudah keluar dan
alhamdulillah semua anak kelas XII jurusan Bahasa telah LULUS. Kami semua
bersorak sorai dan saling memberi selamat atas kelulusan kami. Aku dan ketiga
sahabatku saling memberi selamat dan berpelukan ( kaya telletubbies yaa ). Tak
lupa juga Rian, dia menyapaku dan menyodorkan lengan kanannya padaku dan
berkata,
“Selamat ya Wid atas
kelulusannya.”
“Terimakasih Ian, selamat juga
buat kamu.” Jawabku dengan gugup dan bahagia, sambil melempar senyum kecil
padanya.
Sungguh sangat senang sekali
saat Ian menggengam lenganku, sampai-sampai salah satu organ dalam tubuhku
berdetak kencang tak terkendalikan olehku. Apa ini ? Apaaa ? belum kusadari
perasaan itu adalah salah satu anugerah Tuhan yang terindah.
Tiba-tiba Rian membuyarkan
lamunanku dan berkata,
“Wid, besok aku dan keluarga
akan pindah ke Kalimantan. Aku mengmbil jadwal penerbangan pukul 11.00 WIB, ohh
ya aku punya sesuatu untuk kamu.” Sambil menyodorkan kotak kecil berwarna biru
muda (warna favoritku).
“Kok jauh amat Ian ? Apa ini ?”
jawabku dengan ekspresi bingung campur sedih mendengarnya.
Saat kubuka ternyata isi kotak
itu adalah sebuah batu karang yang bentuknya agak mirip dengan bentuk hati.
“Makasih Ian ini indah sekali.”
Ucapku dengan mata berkaca-kaca.
“Wid, bolehkah aku memelukmu
untuk tanda perpisahan sebelum aku pergi?’’ pinta Rian dengan wajah seperti tak
ingin pergi jauh.
Belum kuijinkan tiba-tiba Ian
memelukku begitu saja dan berkata,
“Jangan lupakan aku ya, Wid. Aku
akan selalu sayang padamu.”
Mendengar ucapannya tadi membuatku
tiba-tiba terdiam tanpa kata, tubuhku seakan beku bagai batu es dan perasaanku
pun semakin aneh. Aku merasa akan kehilangan salah satu organ tubuhku yang kurasakan
baru-baru ini. Akhirnya aku menjawabnya,
“Aku gak mungkin lupa sama kamu
yang sering menggodaku’’ sambil tertawa kecil (mencoba menghibur diri).
Sambil melepas pelukkannya.
“Hati-hati ya Ian.’’ Ucapku. Dia
pun pamit pulang.
Ketiga sahabatku menghampiriku
yang sedang berdiri dekat tiang bendera lapangan sekolah.
“Kamu kenapa Wid ?’’ tanya Yani.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala tak bisa mengeluarkan kata-kata seakan
mulutku masih membeku.
Keesokan harinya aku dan ketiga
sahabatku merayakan kelulusan kami di rumahku. Tepat pukul 09.00 WIB, kami
berkumpul. Tingkahku semakin aneh, dan membuat ketiga sahabatku heran melihat
aku hanya diam dan melamun saja.
Yani bertanya, “Wid, kamu kenapa?”
Akhirnya aku menceritakan semua
tentang Rian dan perasaanku belakangan ini. Tiba-tiba Dwi melontarkan kata,
“Itu cinta.’’ Yani dan Indri pun
mengatakan hal yang sama.
Saat kuceritakan Rian akan
pindah ke Kalimantan, ketiga sahabatku kaget dan Indri memintaku untuk menyusul
Ian ke rumahnya dan mengatakan semua perasaanku belakangan ini.
Aku bergegas pergi diantar Dwi
menuju rumah Rian. Sesampai di rumah Rian, pagarnya sudah terkunci dengan
gembok silver yang menggantung di kunci pagar. Saat kulihat jam tanganku
menunjukan pukul 10.40, aku dan Dwi bergegas pergi menuju arah bandara. Mataku
meneteskan air yang mengalir di pipiku dan mulutku tak mau berhenti berkata,
“Jangan dulu pergi Ian, tunggu
aku.’’Sampai di bandara aku berlari kesana kemari mencari Rian.
Saat kulihat jadwal penerbangan
tujuan Kalimatan ternyata baru saja terbang 6 menit yang lalu. Kucoba hubungi
Rian namun tidak nyambung. Aku menangis di pelukan Dwi. Dengan mata sembab
tampang penuh kecewa aku dan Dwi memutuskan pulang. Sesampainya di rumah, Dwi
menceritakan pada Yani dan Indri. Aku hanya menangis dan menatap batu karang
pemberian Rian kemarin. Rasa penyesalan dan kehilanganlah yang saat ini
kurasakan.
Tiba-tiba Yani, Indri dan Dwi
menghampiriku dan memelukku dengan erat, mencoba menenangkanku.
“Kenapa di saat aku temukan
seseorang itu, dia malah pergi?” tanyakku dengan penuh emosi.
Indripun berkata, “Jodoh pasti
bertemu kok, Wid.”
“Kamu jangan sedih, ya. Wiwid
yang kami kenal itu strong, gak cengeng gini. Kamu harus bangkit.” Hibur ketiga
sahabatku.
“Terimakasih sahabat-sahabatku. Aku sayang kalian.’’ Jawabku mencoba
menenangkan diri.
4 tahun kemudian
Selama 4 tahun ini, setelah Rian
tak ada kabar sama sekali. Aku menjalani hari-hariku sebagai mahasiswi di salah
satu universitas Bandung jurusan hukum. Bersama-sama lagi dengan ketiga sahabatku.
Masih dengan perasaanku saat kelulusan masa SMA. Suatu hari para mahasiswi di
kampus ramai membicarakan mahasiswa baru pindahan dari Kalimantan. Awalnya aku
tak pernah berfikir kalau itu adalah Rian karena aku lagi belajar move on dari
dia, gak mau di bully (digoda) sebagai galon (gagal move on). Hahahahaa.
Saat kami sedang makan dan
bersenda gurau di kantin kampus, ada seorang laki-laki yang berdiri di dekat
meja kami berkumpul dan mengatakan,
“Bolehkah aku ikut duduk?” suara
merdunya seperti tidak asing lagi di telingaku. Saat kami menengok ka arah
laki-laki itu dan tahukah kalian siapa diaa ... ?? ya, laki-laki itu adalah
Rian. Perasaanku senang sekali bisa bertemu dengan Rian. Dan Rian memelukku, “Masih
ingatkah padaku?” secara tidak sadar turun tetes demi tetes air mata yang
membasahi pipiku. Percaya tidak percaya saat ini yang berdiri dihadapanku dan
memeluku adalah Rian.
Seiring berjalannya waktu aku
dan Ria sering berangkat ke kampus berbarengan, jalan-jalan dan kumpul dengan
ketiga sahabatku. Kami sering bersama-sama (mengingatkan aku masa SMA). Akupun
mengeluarkan unek-unek saat Ian pergi. Dan kami memutuskan untuk menjalin suatu
hubungan yang lebih dari sekedar teman atau sahabat. Perasaanku sungguh campur
aduk. Benar ya apa yang dikatakan sahabat-sahabatku, terutama Indri bahwa jodoh
pasti bertemu lagi.
Ajeng Resta Puspitasari
2013
Ajeng Resta Puspitasari
2013
Komentar
Posting Komentar