KAN KU JAGA KE HORMATANKU

Hari
minggu pagi, di balik gunung sebelah timur matahari sudah hampir keluar dari
peraduannya. Langit bersih udarapun segar, karena belum ada polusi. Seorang
pemuda duduk di bangku panjang yang ada di taman. Rupanya kesedapan hawa dan
keindahan pagi hari itu tiada terasa olehnya. Ia gelisah, sebentar ia berdiri
dari bangku panjang yang didudukinya. Berjalan mondar-mandir sambil berfikir
seperi orang yang sedang dalam kebingungan. Sebentar lagi ia pun beranjak duduk
pula.
Aku
mendekati taman itu. Kepalaku celingukan bagai orang bodoh, mataku menoleh
kanan kiri seraya mencari bangku kosong untuk diduduki. Namun, bangku kosong
tak kutemukan. Hanya ada satu bagku panjang yang diduduki oleh pemuda tadi. Di
sebelahnya masih ada tempat kosong yang cukup diduduki untuk satu orang. Dengan
ragu, aku pun mendekatinya.
“Bolehkah
aku duduk di sini?”, tanyaku ragu.
“Yah,
silahkan” Jawabnya sambil melihat kepadaku.
“Kenapa
jantungku berdetak kencang sekali? Apa mungkin… ahh tidak, tidak, itu tidak
mungkin” Gumamku dalam hati.
Aku
tersenyum bahagia bagaikan orang yang sedang merayakan ulang tahunnya. Tanganku
mencoba memegang dada yang dari tadi berdetak kencang. Aku tidak tau, jantungku
ini berdetak karena jatuh cinta, atau aku punya kelainan jantung? Tapi itu
tidak mungkin. He..he..
“Namamu
siapa? Namaku Jeri.” Tanyanya sambil mengulurkan tangan kehadapanku, pertanda
ia mengajakku kenalan.
“A..a..aku..
maksudnya namaku Salsa, panggil saja Caca.” Jawabku gugup sambil meraih uluran
tangan Jeri.
Jantungku
mulai berdatak kancang lagi, rasanya aku panik sekali. Tapi, di samping itu
juga aku merasa senang. Karena baru kali ini ada pemuda tampan yang mau
berkenalan denganku.
“Boleh
minta nomor HPnya?” pintanya.
“Kenapa
sih buru-buru amat? Ngobrol aja dulu, basa basi ke apa ke.” gumamku dalam hati.
“Kenapa
diam? Boleh tidak aku minta nomr HPnya? Kalau tidak boleh juga tidak apa-apa
kok.” Kembali dia meminta nomor HPku.
Dengan
percaya diri, akupun menjawab, “Untuk apa?”
“Yahh,
sekedar untuk menambah teman saja.” Jelasnya.
Akupun
membuka tas yang berada di sampingku dan mengambil HPku yang ada di dalam tas
tersebut.
“Ini
nomorku, catat saja”, Memperlihatkan
beberapa angka yang tercatat di HPku.
“Oh
ya, kalau boleh tau kenapa tadi kamu mondar mandir baai orang kebingungan?” Aku
bertanya padanya. Bukan karena ingin tahu, tapi karena aku ingin ngobrol
dengannya.
“Oh
itu yah. Aku bingung, aku ada janji sama temanku, tapi dia tidak datang”.
“Apakah
mungkin dia menunggu pacarnya?” tanyaku dalam hati.
Tubuhku
mulai terasa lemas karena kutakut dia sudah mempunyai pacar.
Akupun
mencoba bertanya padanya, “Cewek atau cowok?”,
Ia
menjawab, “Cowok.”
“Alhamdulillah
ternyata cowok.” ucap syukurku dalam hati. Aku yang tadinya lemas kini mulai
bersemangat kembali.
Tak
terasa benda yang melingkar di tanganku sudah menunjukan pukul 17.15. Akupun beranjak
pulang. Setiba di rumah.
“Kok
hening banget, orang-orang pada kemana sih?”, Aku menggerutu, karena tak ada
orang satu pun di rumah.
Akupun
melanjutkan langkah kakiku menuju tempat peristirahatanku. Ya…ya…ya… tentu saja
itu kamarku. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk. Otakku terus
memikirkan pemuda yang ada di taman tadi. “Apakah mungkin aku jatuh cinta
padanya?” Aku bertanya pada diriku sendiri. Jika memang benar aku jauh cinta,
rasanya senang tiada terkira.
“Mengapa
kau menjauhiku? Mengapa kau meninggalkanku?” Terdengar suara nada sms dari
HPku. Dengan malas ku ambil HPku di atas meja belajar.
“Siapa
sih malem-malem gin isms? Gak tau waktu tuh orang”, Ucapku kesal.
“Malem
Ca, masih ingat dengan pemuda yang tadi duduk di sebelahmu? Yah ini aku Jeri.”
Itulah
tulisan yang tertera di HPku. Aku yang tadinya kesal menerima sms dari orang
yang tak tau waktu, kini bahagia. Karena sms yang ku terima dari Jeri. Jeri
yang kukenal di taman tadi. Akupun membalas smsnya.
“Oh
ya, aku ingat.” Tak terasa sms kami berlangsung hingga larut malam. Sebelum sms
ku akhiri, besok dia mengajakku jalan sepulang aku sekolah.
Keesokan
harinya.
“Tumben
pulang cepet? Biasanya juga paling akhir kalau pulang?” Sapa seorang
lelakiseparuh baya yang memakai topi dan seragam putih biru yang bertuliskan
security.
“Aku
ada janji pak dengan seseorang.” Jawabku dengan penuh semangat.
Aku
mempercepat langkahku karena sudah tak sabar ingin bertemu dengannya. Aku pun
sampai ke tempat yang sudah dijanjikan. Kulihat seorang pemuda memakai topi
tengah duduk di tepi Danau. Akupun menghampirinya.
“Sudah
lama menunggu, Jer?” Tanyaku.
”Ah,
tidak. Baru juga 3 menit aku di sini”. Jawabnya seraya tangannya menelus-ngelus
rambut di kepalaku.
Senang
rasanya. Aku bagaikan diajak terbang ke langit ke-7. He…he….
“Ca,
ada yang mau aku omongin ke kamu”
“Apa?
Ngomong aja!”
“Pertama
kali aku ketemu kamu, aku sudah mulai suka sama kamu. Semalem aku gak bisa
tidur gara-gara mikirin kamu. Maukah kamu jadi teman dekatku, maksudku maukah
kamu jadi pacarku?”.
Kupandang
matanya yang penuh harapan itu. Aku bingung apa yang mesti ku jawab? Aku memang
suka dia, tapi ini terlalu cepat bagiku. Tapi, tak apalah daripada diambil
orang mending kujawab saja.
“Yah,
aku mau jadi pacarmu”. Aku menjawab dengan penuh pertimbangan. Diapun
memelukku, rasanya romantis sekali.
Hampir
setiap pulang sekolah aku menghabiskan waktu dengannya. Aku sayang banget sama
dia. Hingga apapun yang dia suruh, selalu aku lakukan. Namun, suatu waktu aku
diajak main ke rumahnya. Aku ragu untuk mengatakan “ya” serasa ada yang
mengganjal di hatiku. Tapi apa boleh buat, aku harus mengikuti apa yang dia
suruh agar dia tak berpaling pada yang lain. Tibalah aku di rumahnnya. Terlihat
dari luar rumah itu besar dan mewah. Tapi sayang, rumah itu sepi tak terurus
bagai tak berpenghuni.
“Ayo
masuk!” Ajaknya sambil menarik tanganku.
“Ayah
dan Ibumu kemana?”
“Ayah
dan Ibuku di luar kota”
Terlihat
dari matanya, dia itu sangat kesepian. Karena dia selalu di tinggal sendiri
oleh orang tuanya. Aku duduk di kursi yang ada di ruang tamu, Jeri pun
mengambilkan air minum untukku. Setelah itu dia duduk di sebelahku.
Tiba-tiba
bibir jeri nempel di pipiku. “plaaakkkkkk”, suara tamparan tanganku terdengar
begitu keras.
“Jer,
maafkan aku. Bukan maksudku untuk menamparmu. Tapi aku kaget, karena aku tidak
suka jika ada laki-laki yang berbuat senonoh terhadapku.”
Aku
mencoba meminta maaf dan menjelaskannya pada Jeri.
“Tak
apalah, tapi lain kali jangan begitu yahh!” ujarnya.
Aku
hanya menundukkan kepala. Aku tersadar aku dan Jeri menjalin hubungan baru
seminggu. Seminggu saja udah minta cium, gimana ke depannya. Kujalani kisah
cintaku berbulan-bulan. Hingga saatnya tanggal 04 Januari, yaitu tanggal dimana
aku dan Jeri pertama menyatakan cinta satu sama lain. Yaaaahhh itulah hari
anniversary hubunganku. Hari itu hubungan kami genap 1 tahun.
“Krrriiiinnnnggg”, suara nada panggilan di HPku berbunyi.
“Hallo
Jer, ada apa? Tumben nelpon?”
“Hari
ini kan hubungan kita genap 1 tahun, gimana kalo kita rayain di rumah aku?
Nanti aku jemput yah” Itulah percakapan aku dengan Jeri di telpon. Jeri pun
menjemputku ke rumah. Di rumah Jeri.
“Ca,
apakah kamu benar-benar sayang aku?” tanyanya kepadaku seraya mengelus-ngelus
kapalaku yang bersandar di pundaknya. Aku menganggukan kepala dan berkata ‘ya’
peranda bahwa aku memanga menyayanginya.
“Kalau
begitu, kau pasti mau menemaniku tidur malam ini” pintanya kepadaku.
“Haaahhh”
Aku tercengang kaget.
“Maksudmu
apa Jer?” tanyaku.
“Aku
ingin semua yang ada pada dirimu kau serahkan hanya untukku, kalau kau memang
benar sayang aku kau pasti mau melakukannya untukku”, jelasnya.
Nafasku
tak beraturan, sesak rasanya mendengar ajakan Jeri tadi. Tapi, tak mungkin aku
tidur dengannya dan mengabulkan semua permintaannya.
“Jer,
aku memang menyayangimu. Benar-benar menyayangimu. Tapi, jika yang kau minta
kehormatanku dan semua yang ada pada diriku, maaf aku tak bisa. Aku akan
memberikan semua itu nanti, jika tiba saatnya.”
“Tapi
kapan?”
“Nanti
jika kita sudah menikah, jika kau tetap menginginkan itu, lakukanlah dengan
yang lain, aku rela menunggumu sampai kau kembali padaku lagi.”
Air
mataku mulai mengalir dengan deras di pipiku. Sakit rasanya aku berbicara
seperti itu. Tapi, apa boleh buat, aku harus mengatakannya. Sejak kejadian itu
dia memutuskan hubungan denganku, lebih tepatnya memutuskan cintaku. Aku tak
menyangka, dia akan berbuat itu kepadaku. Senin pagi di sekolah, aku berjalan
menuju gerbang sekolah.
“Hati-hati
ya sayang, nanti pulang sekolah ku jemput”, rasanya aku kenal suara itu.
Lalu
aku menoleh ke belakang. Aku kaget, ternyata di itu Jeri yang berboncengan
dengan kakak kelasku Bunga. Aku menundukan kepala, setelah Jeri menatapku
dengan sinis. Air mataku tak terasa menetes dengan perlahan. Rasanya sakit bila
melihat orang yang kita sayang bermesraan dengan orang lain. Aku melanjutkan
langkahku dengan perlahan, rasanya tubuhku melayang, kaki ini tak menapak.
“Ya
Allah, mengapa hati ini terasa sakit melihat mereka? Padahal aku sendiri yang
memintanya untuk berhubungan dengan yang lain. Kuatkanlah hambamu ini ya Allah,
hamba akan menunggunya sampai di kembali lagi ke pelukan hamba. Aku akan
menjaga kehormatanku untuknya”.
---
---
"Teeett..." Bel berbunyi, tanda
jam pelajaran telah berakhir. Aku membereskan buku yang berantakan di atas meja.
Lalu kumasukkan ke dalam tas hitamku. Aku melangkahkan kaki menuju rumah, tanpa
kendaraan bermotor ataupun mobil. Yah, itu karena jarak antara rumah dan
sekolahku cukup dekat.
"Ca...!" Terdengar suara orang memanggilku. Aku tak berani menoleh karena suasana saat itu sangat sepi. Aku takut, aku pun mempercepat langkah kakiku. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhku.
"Ca.. Caca tunggu!"
“Hah, suara itu?” gumamku dalam hati. Aku
menghentikan langkahku. Tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiriku.
"Ca, ini aku jery. Masih
ingatkan?" Aku hanya memandangnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Ca, aku tahu kamu sangat
menyayangiku. Maka dari itu aku mau kita kayak dulu lagi!" Ucapnya.
Aku tetap memandangnya, rasanya lidah ini
kaku untuk mengeluarkan kata-kata. Jery pun melanjutkan pembicaraannya.
"Aku mau kamu melakukan permintaanku yang dahulu."
"Ternyata kamu itu gak berubah ya, Jer? Aku kira kamu akan berubah dan mempertimbangkan kembali permintaanmu itu." Aku menjawabnya dengan tegas walaupun penuh emosi.
"Kamu itu sok jual mahal banget
sih", Jery berkata seolah merendahkanku.
Air matapun mulai menetes. "Plaaak!!” “Tanganku
tak sengaja menampar pipi Jery.
"Kini aku sadar, ternyata kau itu bukan
lelaki baik-baik, apa yang kufikirkan ternyata salah. Aku rela menunggumu
kembali lagi padaku, karena kukira kau akan berubah. Maaf, Jer. Aku tetap pada
pendirianku. Menurutku ini adalah keputusan yang terbaik untukku, meskipun
begitu menyakitkan hatiku. Aku memang akan memberikan kehormatanku, tapi bukan
untuk lelaki bejat sepertimu, melainkan untuk suamiku kelak."
Aku melanjutkan langkahku dan meninggalkan
jery. Aku tak pernah menyesal dengan keputusanku, aku akan menyesal jika
kehormatanku kuberikan padanya.
Ani Nuraeni
2013
Komentar
Posting Komentar