Makan Malam terakhir

Sebuah Cerpen karya Alvania Rossa Pribadi 
Kelas XI IPS MA AL Husna 2023

        Aku membuka mataku yang terasa sangat berat. Begitu kubuka mataku, aku di sambut oleh sebuah sup polos yang terhidangkan dalam mangkuk rapuh yang terletak diatas meja kayu yang sudah reyot. Sebuah lampu remang-remang menyinari meja makan ini dengan sinar kecilnya, hanya lampu itulah yang menyinari rumah ini. Seisi rumah sangat gelap dan dingin, aku bisa merasakan hawa dingin yang datang dari jendelaku yang sudah pecah mengenai kulitku. Kemudian aku lihat sup itu dengan mata kosong, sup polos itu terlihat sangat biasa saja dan tidak menggugah selera. Namun, perutku yang sudah berbunyi meminta untuk di isi membuatku tidak ada pilihan lain selain memakannya. 

        Lalu tiba-tiba seorang memberiku sebuah sendok dihadapanku menggunakan tangan kanannya. Tangan itu sangatlah kasar dan di penuhi luka kering dan perban menyelimutinya. Aku lalu melihat keatas untuk melihat pemilik tangan tersebut. 

        Terdapat seorang pria di hadapanku, ia berumur sekitar 24 tahun-an dengan rambut berantakan dan wajah kosong menatapku, tatapan itu kosong namun terasa lembut. Aku mengenal lelaki tersebut, ia adalah kakakku. Ialah yang telah menghidangkan sup ini, sup yang dibuat seadanya untuk memenuhi lapar kami. Aku tinggal bersama kakakku, orang tua kami tidak pernah kembali sejak mereka dibawa paksa oleh para tentara perang.

        Aku kemudian mengambil sendok tersebut, sendok yang sudah berkarat dan kotor itu dan menyendok sup tersebut dan memasukkan nya kedalam mulut kering ku. Rasanya sangat hambar. Namun aku tetap menelan sup tersebut. Kami menikmati sup tersebut dengan ketenangan. Namun, ketenangan itu pecah ketika aku mendengar dentuman dari arah luar rumahku. Kemudian di susul dengan dentuman lain, begitu pula dengan teriakan histeris para warga.

        Suara dentuman menghujani sekitar rumah kami. Setiap kali suara dentuman itu muncul, getaran hebat terjadi. Getaran tersebut hampir membuat supku terjatuh dari meja ku. Aku bisa melihat sinar demi sinar menyinari malam dari jendelaku yang diikuti dengan suara teriakan.

        Aku melihat kakakku yang tenang menikmati supnya, mengabaikan suara dentuman tersebut. Seakan dentuman tersebut seperti musik ditelinganya. Begitu pula denganku, aku tetap menikmati sup tersebut dalam ketenangan, seakan tidak terjadi apa-apa.

        Rasa takut seakan hilang ketika aku bersama kakakku, begitu pula dengan kakakku. Sup ini memang terasa hambar. Namun, aku tetap bisa menikmatinya bersama kakakku. 

TOK TOK

        Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar dari pintu kayu rapuh kami, ketukan tersebut sangatlah keras seakan meminta kami untuk segera membuka nya. Aku melihat kakakku yang wajahnya tidak ada perubahan, tenang dan kosong. ia menggelengkan kepalanya, memintaku untuk tidak membukakannya. Kakakku lalu lanjut menikmati sup tersebut, begitu pula denganku.

        Suara tembakan tiba-tiba terdengar dari luar dan jeritan para warga yang semakin histeris. Suara dentuman dan tembakan bersahut-sahutan. Begitu pula dengan suara ketukan yang berubah menjadi suara dobrakan. Aku dan kakak tetap menikmati sup hambar tersebut.

BRAK BRAK!

        Suara dobrakan semakin keras, pintu kayu kami tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Kakak kemudian tiba-tiba menggenggam tanganku dengan erat, dan tersenyum kepadaku dengan lembut.  

        Sebelum kemudian disusul dengan pintu yang terbuka dengan paksaan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK