TABUBAN (Tabungan Untuk Berkurban)

http://www.kartunlucu.com/2014/09/3-
gambar-lucu-hari-raya-idul-adha.html

Pagi itu setelah selesai sholat ied, bapa sedang mengasah sebuah alat yang cukup tajam yang akan bapa gunakan untuk menyembelih hewan kurban nanti. Tahun ini bapa kembali menjadi penyembelih hewan-hewan kurban pada hari raya idul adha seperti tahun tahun yang lalu . Bapa sekarang mau langsung ke balai Rw yaah?” Tanya ku pada bapa. “ iya nak,bapa sekarang mau ke Balai Rw untuk siap-siap menyembelih hewan kurban’. Jawab bapa. “oooh! Tahun ini bapa menyembelih hewab-hewan kurban lagi yaaah?”. Tanyaku dengan bangga. “ iya Fatimah, bapa sekarang menyembelih hewan-hewan kurban seperti tahun tahun sebelumnya, karena Cuma itu yang bapa bisa lakukan untuk beribadah di hari raya idul adha ini, kan kalau untuk berkurban bapa tidak mampu”, jawab bapa dengan penuh harapan.
“Emang bapa pengen sekali berkurban yah?” tanyaku polos. “tentu bapa mau, kan berkurban itu pengganti ibadah kita yang tidak mampu pergi haji, tapi kalau bapa berhaji tidak mampu berkurban pun juga tidak mampu, jadi ya bapa hanya bisa menyembelih hewan kurban tersebut untuk ibadah bapa di hari idul adha ini”, jawab bapa lesu. Bapa pun bergegas pergi ke balai Rw. Mendengar perkataan bapa tadi, igin sekali rasanya bisa mewujudkan impian bapa untuk bisa berkurban. Tapi bagaimana caranya? Bapa benar, kami memang tidak mampu. Penghasilan bapa dengan hanya menjual bandros saja hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, belum untuk membayar kontrakan juga listrik. Dan penghasilan ibu pun sebagai pembantu rumah tangga hanya bisa untuk membantu biaya sehari-hari tadi. Dengan penghasilan seperti itu mana mungkin untuk bisa berkurban. Dengan keadaan keluarga kami yang seperti ini, ini membuatku menjadi anak yang lebih dewasa dibanding anak-anak lainnya. Walaupun aku masih menduduki bangku kelas 4 SD, tapi aku tak pernah meminta uang jajan kepada ibu atau bapa. Aku mendapatkan uang jajanku sendiri dengan berjualan coklat disekolah. Dan memang lumayan, dalam sehari aku bisa mendapat uang sebanyak 3000-5000 rupiah, dengan upah 50 perak/coklat.
Saat itu aku dan ibu diam dirumah saja, sedangkan bapa mungkin saat ini sedang menyembelih hewan kurban. Singkat cerita, malam pun tiba. Malam itu langit terlihat gelap, ya namanya juga malam pasti gelap. Udaranya pun cukup dingin, tapi semua itu tidak menghalangi warga untuk berpesta. Berpesta merayakan hari raya idul adha, tentunya dengan acara bakar sate atau yamg mereka kenal dengan sebutan “babakaran”.
Sungguh acara yang sangat menyenangkan, menyenangkan karena hanya aroma sate yang tercium pada malam itu “hmmmm”. Malam itu terasa sangat ramai dan kebersamaan pun terlihat begitu kental pada setiap keluarga bahkan antar warga masyarakat. Begitupun dengan keluarga kami, kami pun ikut berpesta dengan acara babakaran tersebut.
“SATE SATE” kata bapa dengan bercanda sambil memukul-mukul anglo. Sunggu malam yang menyenangkan, bapa membakar sate, ibu menyiapkan bumbu pecel, sedangkan aku hanya melamun melihat langit dan menciup udara segar malam hari yang telah bercampur aroma sate yang menggoda “hmmmm”. Tak terasa semua sate pun telah masak dibakar, ayah pun mengajak kami untuk menyantapnya di dalam rumah karena udara malam hari semakin dingin . Kami pun berpamitan pada tetangga dan langsung masuk ke rumah. Kami makan sate bersama, aku, ibu dan bapa. Walaupun hanya diatas lantai yang beralaskan sebuah tikar, kami sangat menikmati makan malam itu .
“Hmmm, satenya enak banget pa” ucapku memuji. “ya tentu enak, buatan bapamu” jawab ibu memuji juga. “ ah! Kamu sama ibu bisa saja” jawab bapa sembari tersenyum. Saat asyik menyantap sate, tiba tiba aku teringat ucapan bapa tadi pagi yang mengatakan keinginannya untuk berkurban. Dan sebuah ide pun terlintas dalam pikiranku. “tadi pagi bapa bilang kalau bapa pengen berkurban, apa bapa memang beneran mau berkurban?” tanyaku polos. Bapa yang sedang menggigit sate hanya menganggukkan kepala, “tentu saja bapa mau, tapi kan Fatimah tau sendiri penghasilan bapa mana bisa untuk berkurban, jawab ibu begitu pesimis.
“Kalau memang bapa sama ibu mau berkurban, Fatimah punya ide agar bapa dan ibu bisa berkurban tahun depan”,ucapku begitu meyakinkan. “memang bisa? Gimana caranya ?” tanya ayah kurang yakin.
“Bisa, caranya gini, kita sama sama menabung untuk kurban tahun depan, bapa sisihkan sedikit dari penghasilan bapa, ibu pun sisihkan sedikit uang ibu, begitupun Fatimah, Fatimah sisihkan sedikit uang jajan Fatimah. Kemudian kita sama sama memasukkanya pada satu kotak. Walaupun hanya sedikit uang yang kita tabung setiap harinya, tapi kalau kita rajin dalam melakukannya pasti dalam setahun uangnya cukup buat berkurban. Jadikan bapa sama ibu tahun depan bisa ikut berkurban” ucapku panjang lebar memaparkan ide tadi. Awalnya bapa dan ibu merasa kurang yakin, tapi aku terus menerus membujuk dan meyakinkan mereka. Dan akhirnya mereka pun setuju.
“Baiklah bapa setuju, kita kan belum tau hasilnya sebelum kita mencobanya”, kata ayah percaya diri. “baik, ayo lakukan”, ucap ibu tak kalah percaya diri.
Hari esok pun tiba, aku harus pergi sekolah seperti biasanya. Saat aku akan berangkat pergi, aku lihat ayah sedang sibuk dengan perkakas perkakasnya. Ada paku , palu, gergaji, meteran dan banyak papan kayu. “ bapa lagi bikin apa?” Tanyaku penasaran. “rahasia, liat aja nanti pas Fatimah pulang sekolah”, Jawab ayah membuatku lebih penasaran. “yaudah deh aku berangkat sekolah dulu yaa, assalamualaikum” ucapku. “walaikumsalam” jawab ayah singkat.
Bel pulang pun berbunyi, saat perjalanan pulang aku sudah tidak sabar melihat apa yang bapa buat tadi pagi. Setibanya di rumah, aku melihat sebuah kotak kira-kira berukuran 60x80cm yang bapa hias begitu indah dengan adanya tulisan “Tabuban (tabungan untuk berkurban)”. Aku sangat terkejut ternyata yang bapa buat tadi pagi adalah kotak untuk tabungan kita mengumpulkan uang untuk berkurban tahun depan.
“Lihat, bagus kan? Mulai sekarang bapa, ibu dan Fatimah, kita sisihkan uang kita dan memasukkannya ke kotak ini, setuju ?”, kata bapa bersemangat. “setuju”, kataku dan ibu kompak.
Dimulai sejak hari itu, kami mulai menyisihkan uang kami dan memasukkannya ke kotak tabuban itu, dengan berharap uang yang terkumpul dapat digunakan untuk bapa dan ibu berkurban tahun depan. Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi bulan pun berlalu. Setiap hari kami selalu menyisihkan sedikit dari uang kami dan memasukkannya ke kotak tabuban itu. Hampir setahun berlalu, saat itu seminggu sebelum idul adha. Saat itu, kami sedang berbagi cerita, “ udah hampir setahun kotak tabuban itu kita isi, dan isinya pun pasti sudah penuh”, ucap bapa. “benar, apa uangnya cukup untuk nanti kita berkurban?” Tanya ibu penasaran. “ pasti cukup bu, percaya deh”, ucapku begitu meyakinkan. “ yaudah, daripada hanya mengira-ngira, kita bongkar kotak saja itu sekarang”, bapa berpendapat. “setuju”, jawabku dan ibu kompak.
Aku sangat senang ketika membongkar kotak itu bersama-sama. “waaah, banyak sekali”, aku terkejut melihat begitu banyak uang yang terkumpul saat kotak itu dibongkar. Setelah selesai sholat isya, kami mulai menghitung uang yang terkumpul tadi. Kami membagi-bagi tugas, aku mengumpulkan dan menghitung yang seribuan, ibu yang dua ribu dan ayah yang lima ribu. Memang hanya 5000rupiah nominal yang paling besar yang ada di kotak itu.
Setelah beberapa jam menghitung, akhirnya semua uang yang terkumpul berhasil dihitung dan hasilnya adalah Rp.2.720.000. “waah!! Banyak ya” ucapku merasa senang. “ “Alhamdulillah, uangnya pasti cukup untuk berkurban seekor kambing”, kata ibu juga merasa senang. Sedangkan bapa hanya terdiam dan meneteskan air mata, ia tak menyangka keinginannya untuk berkurban bisa terwujud tahun ini.
“ini semua karena ide Fatimah, terima kasih nak “, ucap ayah menangis dan memelukku. “samasama bapa, bapa juga harus berterima kasih sama Allah, karena kan Allah yang bisikin ide itu ke fatimah”, jawabku. “tentu, pasti bapa akan berterima kasih sama Allah”, jawab bapa sembari menciumku.
Kami merasa sangat lelah setelah selesai uang yang begitu banyaknya. Kami pun memutuskan untuk beranjak tidur.
Singkat cerita, waktu idul adha pun telah tiba. Aku menemukan sesuatu yang berbeda pada hari setelah selesai sholat ied . Aku melihat wajah bapa dan ibu begitu sangat senang, rasa senang yang begitu mendalam, yang tak pernah ku lihat sebelumnya. Mereka sangat senang karena hari raya idul adha kali ini mereka dapat ikut berkurban walaupun hanya seekor kambing.
Kami sangat senang dengan rencana tabuban ini. Kami akan melanjutkannya agar bapa dan ibu bisa terus ikut berkurban pada tahun tahun berikutnya. Dan kami akan lebih rajin lagi dalam menabung agar pada tahun berikutnya bukan hanya seekor kambing, tapi bapa dan ibu bisa berkurban seekor sapi. Tabuban ini memang ide yang bagus, mungkin selanjutnya bukan hanya tabuban, tapi kami pun akan mengadakan tabuji (tabungan untuk berhaji)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir