Aduh aduh

Di siang hari yang menyengat pada bulan puasa kerongkongan terasa kering,kala itu sedang mewabah penyakit mata merah di pesantrenku banyak santri yang terpapar termasuk diriku.

Dikarenakan rasa sakit dan perih yang tak tertahankan akhirnya aku dan temanku yang bernama Gustian mencoba mencari obat. Lalu aku bertanya pada temanku yang sudah sembuh.

"Jar are obat panon make naon?"tanyaku

"Eta we make seureuh,di kulub terus caina kana panonkeun."jawab Fajar temanku yang sudah sembuh dari penyakit mata merahnya. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari Siri bersama temanku Gustian.

Dengan outfit ala santri yaitu sarung,kaos,peci,dan sendal jepit akhirnya kami mulai pergi mencari daun sirih di area dekat pesantren. Di tengah pencarian daun sirih di siang hari yang menyengat ada seorang anak kecil yang merupakan anak salah satu guru kami di pesantren,anak itu minta diantarkan untuk membeli petasan.



"A pang anteurkeun meser petasan."ucap anak itu memohon.

"Meser petasan dimana?"tanya Gustian.

"Itu nu diditu."ucap anak tersebut

Mengantar anak itu untuk membeli petasan,dan aku tetap mencari sirih sendirian untuk mengobati mata yang perihnya sudah tak tertahan. Aku mencoba mencarinya di kebun dekat sawah di belakang pesantren. Saat sampai di kebun tersebut ada saluran irigasi kecil dan aku harus menyeberanginya untuk bisa mengambil sirih di seberangnya.

Saat hendak menyeberang ada sebatang kayu lapuk di atas irigasi tersebut. Dalam benakku,mungkin itu kali yang biasa orang gunakan untuk menyebrang. Tak lama aku pun mencoba menginjakkan kaki kananku di kayu yang sudah mulai lapuk tersebut. Awalnya aku ragu untuk menyebrang menggunakan kayu itu, Dan pada akhirnya aku menguatkan tekadku, dan saat injak-injak aku merasa kayu ini cukup kuat untuk menopang tubuhku.

"Bruuukk..."suara kayu patah terdengar keras saat aku melangkahkan kedua kakiku, aku dengan sejak meloncat ke depan dan aku pun tidak jatuh ke dalam irigasi. Aku terdiam sejenak sambil melihat ke arah kayu lapuk yang sudah patah itu, negara kan kaget aku mencoba bernapas perlahan agar tenang.

Setelah ada karena aku mencoba berenang kembali untuk mencari daun sirih, saat hendak melangkahkan kaki, telapak kakiku terasa lengket dan licin. Saat melihat kaki, aku kaget karena darah merah yang segar sudah mengalir dari lutut. Akhirnya aku membatalkannya aku untuk mencari Sirih, dan kembali ke asrama untuk meminta bantuan.

Sesampainya di asrama aku langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan luka sobek yang menganga pada lututku. Saat siraman pertama sudah terasa sangat perih,pada akhirnya aku hanya membasuh darah di sekitar lututku saja.

"Kunaon eta Ja?"tanya temanku Naufal yang melihat aku terluka.

"Labuh deukeut sawah pal."jawabku sambil mengelap sekeliling luka yang masih agak basah.

"Waduh Eta mah kudu dijait!"

Aku pun kaget mendengar pernyataan temanku tersebut, karena aku belum pernah merasakan rasanya dijahit.

"Hayu urang dijait we ka UGD,bisi inspeksi."ucap temanku itu.

"Teu boga duit euy,aya BPJS tapi diimah pal."

"Ieu urang aya,tapi ngan 100 rebu."

"Cukup moal?bisi teu cukup euy."

"Urang nginjeum heula we kanu lain."

Naufal meminjam uang kepada Eldi sebesar 250.000, kemudian aku dan Naufal bergegas pergi ke UGD dengan menaiki angkot dan membawa uang 350.000.

Sesampainya di UGD....

"Bade naon jang?"tanya seorang dokter

"Ieu bade dikaput bu"jawabku

"Naon nu bade dikaput jang?kunaon?"

"Ieu tuur abi bu,tadi geubis di sawah."

"Astagfirullah,ari ameng teh tong jarambah teing!"

Dokter itu pun menunjukkan ruang operasi untuk menjahit lukaku, dan aku pun disuruh berbaring di tempat yang sudah disediakan. Dengan 4 suntikan bius dan 7 jahitan akhirnya proses penjahitan luka pun selesai.

"Itu matanya merah ya?"tanya pak dokter yang menangani lukaku.

"Iya pack."jawabku

"Oh,nanti dikasih obatnya ya."

"Iya pak."

Akhirnya sebelum kami pulang temanku menyelesaikan pembayaran dan mengambil obat untukku. Lalu kami pun bergegas pulang karena waktu sudah mulai mendekati waktu Ashar.



Penulis : Rizza Muqiedl Alkhilafa 

Kelas XII MA AL Husna 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir