ELEGI

 


Wanita itu masih sibuk mendongak harap yang ditahan tak akan tumpah, kepal tangannya menguat, kuku-kuku jarinya memutih tanda terbawa suasana hingga sebuah tepukan di pundak mengejutkannya "Kalau sedih nangis aja, gak usah sok kuat."

Di atas ukir nama seseorang di dalam sana, bersama sorot mata akan hampa, Anamika masih memakai akal sehatnya untuk memilih ikhlas. Terlampau ikhlas sampai genangan di pelupuk matanya berakhir jatuh tanpa sadar.

Aku menyalakan mesin mobil setelah kurang lebih 30 menit mengeskplor salah satu swalayan di tengah kota. Karena ini sudah akhir bulan, dan untungnya gajiku sudah sampai ke tabunganku sendiri, aku segera melayangkan stir untuk membeli kebutuhan yang memang sudah habis di rumah tempatku tinggal.

Malam ini langit Jakarta diguyur hujan sejak sore tadi. Lampu-lampu penerang jalanan juga menampilkan cahaya yang buram karena embun yang memenuhi sisi-sisinya. Setiap pulang dari mana-mana, aku selalu menyalakan radio di mobilku, “seratus dua koma dua FM, Prambors radio, hits terbaik dunia.” monologku mengikuti suara DJ dari radio kebanggaan kawula muda itu. Lalu lalang lalu-lintas padat seperti biasanya. Jelas, kota metropolitan ini tidak akan berpisah dengan kemacetan yang membludak.

Lantunan musik romantis atau yang sedang menjadi current fave semua orang disini, seperti lagu-lagu dari solois ternama Indonesia, Tulus, yang menghiasi ruangan-ruangan kafe dengan interior estetiknya itu, kalau kata anak muda jaman sekarang. Atau, dengan para pedagang yang membuka gerai disertai bisingnya suara klakson motor vespa yang sedang konvoi dengan gadis-gadis berambut warna di belakangnya.

Mendengar lagu tersebut membuat memori ku 2 tahun kebelakang terputar, Bandung kota kembang yang orang bilang juga kota yang romantis itu dan lagu Tulus membuat ku teringat dia yang pergi dan tak akan pernah kembali. 

Jeandra adalah pria sederhana yang jauh dari kata mewah. Manik kedua matanya cantik, dan aku selalu merasa bahwa duniaku ada di dalam sana. Senyumnya yang kian merekah di pertemuan pertama kami kala itu; di pusat kota Bandung menjadi destinasi wisata wajib bagi para pengunjungnya, Braga.

"Menurut kamu gimana cara supaya negara ini bebas korupsi?", "Sedangkan hal-hal kecil kayak menyontek aja di normalisasi." Tunggu apakah dia sedang mengajakku berbicara?

Bohong kalau aku tidak merasakan gejolak aneh ditubuhku. Melihat dia memamerkan senyum berperisa itu selalu bisa membuatku salah tingkah dibuatnya padahal seharian ini aku lelah dengan urusanku di kantor.

"Awwe geulis jam sakieu masih keneh keluyuran, kade loba lalaki bejat tuh diditu." (Perempuan cantik jam segini masih keluyuran, hati-hati banyak laki-laki hidung belang disana).

Tunggu apa dia baru saja menyangka bahwa aku warga asli sini. Lucu juga, tidaklah dia melihat bahwa gaya ku ini sangat Jakarta sekali.

"Aku gak paham kamu ngomong apa," kataku padanya. "Sendirian atau lagi nunggu temen?" Tanyanya padaku. "Aku sendirian kenapa emangnya?", "Daripada sendirian terus bengong mending ikut saya kita ngopi ke daerah Buah Batu."

Ajakan Jeandra barusan tentunya membuatku merasa was-was meskipun tampilannya sama sekali tidak mencerminkan aura jahat dan menyeramkan. Namun tetap saja, dia ini orang asing bagiku.

Aku memperhatikan sisi kanannya yang sedang menghadap jalanan Braga, dia tampan. Sangat tampan. Garis rahangnya mungkin bisa menjadi media asahan pisau milik para koki. Tajam sekali, dan... tegas. 

“Kata orang, perempuan kalo udah ngeliatin sampe kayak begitu..” Jeandra menoleh kearahku, mendekatkan wajahnya yang dengan sengaja dia mengangkat sudut bibirnya. Serius, pria ini sungguh terlalu!

“Artinya dia sedang jatuh cinta.”

Huek! Apa-apaan!

"Jadi gimana? Saya mau ngopi ke INILO COFFEE, kamu mau ikut?" "Mumpung saya abis gajian, saya traktir kamu deh." Tawarnya kepadaku.

Dengan ragu aku mengiyakan ajakan dari lelaki asing tersebut.

"Bagus, oh iya kita kesana nya naik motor saya ya, gak keberatan kan? Motor saya motor tua soalnya."

Di sepanjang perjalanan, dengan motor yang tak kusangka-sangka itu adalah miliknya, dia membawaku pergi meninggalkan jejak pertemuan pertama kami di Braga tadi.

Setelah sekitar 20 menit menempuh perjalanan dari Braga menuju Inilo Coffee kami pun tiba. Kami mengantre lumayan lama, karena kebetulan hari ini malam Minggu dimana akan ada banyak sepasang kekasih atau mungkin juga kerabat yang datang hanya untuk sekedar mengobrol santai sembari meminum kopi.

"Halo, selamat malam, kak," begitu sapa barista di depan kita berdua.

Setelah memesan beberapa minuman kita memutuskan untuk memilih duduk di meja pojok, katanya biar lebih enak aja ngobrol nya.

"Saya tadi ngomong bahasa Sunda kamu gak ngerti, sebenernya kamu dari mana?" Tanyanya tanpa basa-basi. 

"Saya dari Jakarta tapi sekarang saya tinggal disini karena kerja disini." Diapun meng oh kan jawabanku

"Kenapa milih Bandung?".

"Kebetulan Bandung kota kelahiran papa, dan orang-orang bilang Bandung itu indah makanya saya mau nikmatin keindahan itu." Ujar ku

"Sekarang udah tinggal di Bandung menurut kamu seberapa indah kota Bandung?" Lelaki ini kembali bertanya.

"Emmm, 10/10 apalagi after rain, Bandung jadi makin indah di mataku." "Oh iya kita dari tadi ngobrol tapi kita belum kenalan," "Anamika," ucapku sambil mengulurkan tangan pada pria dihadapanku

"Jeandra," balasnya

Dan akhirnya malam itu kita habiskan untuk mengobrol banyak hal mulai dari pekerjaan, percintaan, hingga keluarga dan tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 pagi. Aku sudah sangat merasakan kantuk dan Jeandra sepertinya menyadari hal itu.


"Ngantuk ya? Udah 5 watt tuh matanya keliatan," ia terkekeh Barisan gigi-gigi itu dia perlihatkan, lengkap dengan kedua mata yang membentuk lekungan bulan sabit. Sudah selarut ini, bahkan pesonanya pun enggan untuk tidur sejenak. 


"Yaudah ayo pulang, saya bakal antar kamu sampai ke rumah dengan selamat tanpa lecet sedikitpun."


Perjalanan dari coffeshop hingga kerumah hanya di selimuti hening, hanya ada suara angin malam yang menggelegaar memenuhi indra pendengaran baik Anamika maupun Jeandra.


Sesampainya di pekarangan kosan rumahku, aku turun dari motor tua milik Jeandra dan tidak lupa ku ucapkan terimakasih kepadanya. "Makasih banyak ya Je, senang kenal kamu walaupun tadi sempet kaget dan bingung juga, karena jujur pertemuan kita kayak aneh aja gitu."


"Sama-sama masuk kos langsung bersih-bersih terus tidur ya, saya pamit pulang, semoga kita bisa ketemu lagi di lain waktu, saya seneng bisa kenal kamu," ucapnya tidak lupa sembari memamerkan senyum manis di bibir dan matanya.


Lalu Jeandra pergi meninggalkan pekarangan kos bersama motor tuanya dan Anamika memilih untuk langsung membersihkan diri agar dapat segera beristirahat.


Sebelum benar-benar terlelap Anamika menyempatkan untuk memutar radio terlebih dahulu untuk menemani sisa-sisa kesadarannya sebelum ia terlelap nanti nya, namun ketika mata itu akan tertutup berita di radio membuat mata mengurungkan niatnya untuk tidur, berita yang ternyata menjadi traumatis untuk dirinya.


"Telah terjadi sebuah kecelakaan beruntun yang melibatkan 4 mobil dan 1 sepeda motor, pengendara sepeda motor dinyatakan tewas di tempat pasca kejadian, diduga kecelakaan terjadi karena salah satu pengendara mobil mengantuk dan menabrak beberapa kendaraan di depannya."


Siapa sangka lelaki yang ia temui tadi ternyata pemeran utama dalam berita tersebut. Pertemuan yang cukup tiba-tiba juga perpisahan tanpa ucapan berpisah, dan siapa sangka bahwa itu adalah pertemuan untuk yang pertama dan terakhir.


Aku membuyarkan lamunanku kembali yang lumayan lama setelah aku berdiam di area parkir rumahku malam ini. Sebetulnya, aku benar-benar benci disaat aku harus kembali memutar siaran radio berita saat itu berita tentang kecelakaan beruntun itu. Ada rasa traumatis yang ku rasakan tatkala mereka terus berlari-lari di dalam pikiranku.


Sudah semestinya aku merelakan dia yang punya satu hari berharga denganku. Sudah sepantasnya aku tidak menangisi senyum perisa yang selalu muncul pada tangisan pukul tiga pagiku. Selalu begitu, semua kalimat yang muncul terus menerus menekan diriku untuk bangkit dari keterpurukan beberapa waktu lalu. 


"Selamat jalan Jeandra"


Mela Nur Istiqomah

Kelas xi MA Al Husna 

2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Living without parental love*

CAHAYA PONDOK

Makan Malam terakhir